“Kita mendengar ada peternak sapi perah menolak vaksin untuk hewan ternaknya. Setelah kami cek ternyata ada di Kecamatan Lekok, Pasuruan. Kalau tidak mau divaksin maka mobilitas hewan ternak akan dibatasi. Sebab kita ingin memastikan secara keseluruhan, kondisi penyebaran bisa kita kurangi,” ungkap Emil yang sementara ini juga menjabat sebagai Plt. Gubernur Jatim di Ruang Binaloka, Senin (04/07/2022).
Menurut Emil, ketakutan peternak yang belum mau melakukan vaksin kepada hewan ternaknya tidak dapat dijadikan alasan kuat.
“Saya ingin memakai bahasa konsekuensi. Konsekuensi dari tidak mau divaksin adalah membatasi mobilitas karena ke depan akan menjadi resiko. Memang sapi perah jarang bergerak, tapi anaknya biasanya bergerak,” tuturnya.
Meski demikian, ia mengaku akan mematangkan kembali konsekuensi bagi peternak yang menolak hewan ternaknya divaksin.“Makanya kami sudah meminta disegerakan kebijakan apa yang harus dilakukan apabila peternak tidak ingin hewannya divaksin. Sebab, vaksin yang diberikan bukan sembarang vaksin karena sudah mendapat persetujuan dari para pakar dan kementerian,” jelasnya.
“Ini yang biasa disebut by security baik itu pemakaian pakaian pelindung maupun desinfektan,” ujar Emil.
Bahkan, sebelum idul adha, target vaksinasi bagi sapi perah di Jatim sudah dituntaskan.
Untuk mencapai target tersebut, Emil optimis karena sejauh ini sudah tervaksin sebanyak 180 sapi atau sekitar 51 persen dari target 364 ribu vaksin. Artinya, sudah ada 180 ribu lebih sapi yang divaksin.
“Biasanya orang berbondong-bondong ingin divaksin supaya bisa terlindungi. Kalau tidak mau apakah hak peternak atau tidak. Hasil diskusi dengan Dinas Peternakan ini manakala ada kebijakan universal atau membangun herd immunity dari sapi perah dan tidak dilakukan akan sangat membahayakan bagi yang lain,” urainya.
Adapun beberapa faktor peternak takut sehingga hewan ternaknya tidak divaksin. Alasan takut ketika di vaksin berujung sakit bahkan sampai meninggal. Maka Pemprov Jatim bergerak bersama Pemerintah Kabupaten dan Kota, melakukan pendekatan persuasif.
“Akan tetapi juga tidak bisa terlalu lama, apalagi kalau anak sapi mobilitasnya tidak dibatasi,” tegasnya.
Tidak sekadar memberikan konsekuensi bagi peternak sapi yang menolak hewan ternaknya di vaksin. Pemprov Jatim menjamin uluran tangan bagi peternak yang hewannya sakit bahkan meninggal akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Penggeseran anggaran dari pos anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak berupa obat-obatan dan kompensasi akan dilakukan sambil menunggu keputusan pemerintah pusat melalui Instruksi Mendagri (Inmendagri) 32 Tahun 2022.
Disampaikan Emil, Inmendagri untuk pengalokasian BTT menjadi landasan mengalokasikan Biaya Tidak Terduga (BTT) dalam penanganan darurat terhadap PMK.
Bahkan kabarnya, Inmendagri 32 Tahun 2022 sudah digodok oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan sudah berbicara dengan kepala BPKP bahwa kasus PMK menjadi prioritas dan sesegera mungkin mengalokasikan BTT sesuai kebijakan Gubernur Khofifah untuk mengakselerasi ketersediaan obat.
“Inmendagri tersebut landasan yang komprehensif bukan hanya menjawab BTT, melainkan semua hal-hal yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam menyikapi berkembangnya penyakit Mulut dan Kuku,” imbuh Emil.
Lebih lanjut, mengenai kompensasi bagi peternak sapi, ia menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi Jatim belum dapat mengambil kebijakan. Sebab, menunggu keputusan yang dikeluarkan pemerintah pusat.
Pemprov Jatim, kata Emil, tidak ingin gegabah agar mencegah overlap.
Nantinya, jika pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan kompensasi bagi peternak yang hewannya meninggal akibat PMK, ia berharap dukungan Pemkab maupun Pemkot di masing-masing daerah untuk ikut bahu membahu sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
“Ini memperluas jangkauan yang tepat sasaran dalam memberikan kompensasi kepada rekan-rekan peternak yang mengalami kesulitan,” pungkasnya.