Sonora.ID - Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan kebebasan masyarakat untuk menyampaikan kritik dan saran kepada pemerintah yang pada dasarnya peran mereka adalah sebagai wakil rakyat dalam menjalankan negara.
Dengan adanya kemudahan media sosial, lebih memudahkan lagi masyarakat untuk menggunakan hak dan kebebasan untuk berbicara tersebut.
Bahkan, termasuk menyampaikan kritik atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau segala imbauan yang diberikan oleh presiden beserta dengan wakilnya.
Sayangnya, dengan adanya kemudahan yang luar biasa tersebut bahkan kritik bisa disampaikan tanpa data dan berlindung di balik akun anonymous, kerap ditemukan kritik yang dianggap melenceng bahkan tidak layak untuk disampaikan.
Hal ini kemudian membuat situasi menjadi tidak stabil.
Berdasarkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diserahkan pemerintah kepada DPR untuk mengatur larangan penyerangan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.
Baca Juga: Tolak Pembahasan RKUHP, BEM se-Kalsel Demo di Depan DPRD Provinsi
Dalam RKUHP final tersebut, tertera bahwa orang yang melakukan penghinaan kepada Presiden dan wakilnya bisa dikenakan hukuman penjara 3,5 tahun.
“Setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” tulis Pasal 217 dalam draf tanggal 4 Juli.
Pada pasal yang lain dan di dalam beberapa ayatnya, disebutkan juga setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan orang nomor satu dan nomor dua di Indonesia tersebut bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau 3,5 tahun.