New York,Sonora.Id - Perkembangan program kapal selam bertenaga nuklir di berbagai belahan dunia yang tercatat cukup pesat dalam kurun waktu belakangan ini, telah menimbulkan pro dan kontra.
Negara pengusung menyatakan bahwa hal ini masih sejalan dengan berbagai perjanjian internasional, sepertiNuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), dan ketentuan Badan Tenaga Atom Internasional atau IAEA.
Di sisi lain, negara penentang menganggap adanya pelanggaran komitmen non-proliferasi nuklir, yang membuka peluang negara pemilik senjata nuklir untuk berkolusi dengan negara bukan pemilik senjata nuklir.
Risiko program ini tidaklah kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kebocoran nuklir saat transportasi, perawatan, penggunaan, serta pencemaran lingkungan akibat radiasi nuklir yang membahayakan manusia dan sumber daya laut.
Selain itu, material nuklir yang digunakan dalam kapal selam militer juga rentan untuk diselewengkan menjadi senjata.
Jika tidak diatur dengan ketat, kegiatan ini akan menjadi preseden yang justru akan mendorong proliferasi senjata nuklir.
Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menambah tingkat kerentanan atas potensi risiko tersebut.
Dengan latar belakang ini, sejalan dengan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, dan sebagai bagian kontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia, Indonesia mengajukan usulan jalan tengah untuk menjembatani perbedaan tajam pandangan negara-negara.
Tujuan utama usulan ini adalah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran (raising awareness) atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia (saving lives) dan kemanusiaan ungkap Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Tri Tharyat di New York (31/7).
Proposal yang juga dikenal sebagai “Indonesian paper" ini disampaikan dalam 10th Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT RevCon) di New York, 1-26 Agustus 2022 dalam bentuk kertas kerja (working paper) berjudul “Nuclear Naval Propulsion".
Paper ini sekaligus upaya untuk memperkuat sistem dan semangat multilateralisme yang saat ini terus tergerus.
NPT RevCon adalah Konferensi untuk mengkaji implementasi perjanjian pembatasan kepemilikan senjata nuklir yang digelar setiap 5 tahun sekali sejak 1975.