Namun, ketika Mendagri meminta untuk mencabut gugatan, hal itu menurutnya tidak bisa diputuskan oleh pemko.
"Saat melayangkan judicial review, itu adalah hasil rapat paripurna. Otomatis, kalau untuk mencabut pun harus diparipurnakan lagi. Mau dicabut atau tidak," jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Ibnu, proses hukum sudah melangkah begitu jauh. Bahkan sudah menjalani sidang keempat, dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait.
"Dan sidang kelima yaitu pembuktian. Di tengah jalan seperti ini bolehkah kami mencabut?," tanyanya.
Lebih jauh, Ibnu menekankan, judicial review yang dilayangkan ke MK bukanlah soal sengketa atau persoalan hukum antar daerah.
Pihaknya hanya menerima dampak dari dibuatnya undang-undang itu. Sehingga ketika adanya kondisi itu, jalur yang dipakai adalah jalur konstitusional.
"Itu hanya berlaku bila persoalan yang ditangani adalah sengketa antar daerah. Sekali lagi, yang dialami ini kan bukan sengketa," pungkasnya
"Contohnya ada di Kabupaten Kerinci. Yang bersengketa dengan daerah pemekaran baru. Rebutan aset. Lalu bersengketa ke pengadilan. Sedangkan yang dialami sekarang bukan sengketa," tuntas Ibnu.
Sekedar diketahui, selain dilayangkan langsung ke wali kota, surat itu juga ditembuskan ke Inspektur Jenderal Kemendagri, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri di Jakarta.
Kemudian, Gubernur Kalsel dan Ketua DPRD Kota Banjarmasin.