Banda Aceh,Sonora.Id - Dalam rangka peringatan 17 tahun Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang diperingati sebagai Hari Aceh Damai, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meredistribusikan tanah seluas 2.800 hektare. Tanah tersebut diberikan kepada eks kombatan, tahanan politik/narapidana politik (Tapol/Napol), dan korban konflik Aceh.
Sertipikat tanah yang bersifat komunal tersebut diserahkan secara langsung oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Raja Juli Antoni di Taman Sulthanah Safiatuddin Banda Aceh. Dalam sambutannya, Raja Juli Antoni mengatakan bahwa redistribusi tanah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat untuk memenuhi butir-butir yang tertera dalam MoU Helsinki.
"Pada tahun 2021 sekitar 2.500 hektare sudah kami siapkan lahan untuk mantan kombatan, tapol/napol, dan korban konflik Aceh. Hari ini kami kembali menyerahkan sertipikat atas lahan seluas 2.800 hektare. Ini sebagai bentuk komitmen pemerintah pusat yang diturunkan kepada kami, Kementerian ATR/BPN memenuhi butir-butir kesepahaman Helsinki," ucap Raja Juli Antoni dalam sambutannya.
Sebagai informasi, sertipikat tanah komunal yang diberikan kali ini berjumlah enam sertipikat. Di antaranya tiga sertipikat tanah di Kabupaten Aceh Barat seluas 1.652,9 hektare; satu sertipikat tanah seluas 630,6 hektare di Kabupaten Aceh Besar; dan dua sertipikat tanah seluas 558 hektare di Kabupaten Nagan Raya.
Raja Juli Antoni berharap, dengan diredistribusikannya tanah tersebut bisa memberikan manfaat dan nilai tambah bagi warga Aceh, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dan menjaga perdamaian di Aceh. "Jadi yang kita kemukakan, bagaimana membangun Aceh yang adil dan sejahtera, sehingga perdamaian yang abadi akan terwujud," jelasnya.
Semangat menjaga perdamaian di Aceh juga disampaikan oleh Penjabat (Pj.) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki. "Saya ingin memimpin Aceh ini agar dapat melaksanakan perdamaian yang telah di MoU-kan untuk seterusnya," ungkapnya.
Sementara itu Wali Nanggroe Aceh, Tgk. Malik Mahmud Al Haythar mengatakan, perdamaian yang terjadi di Aceh 17 tahun lalu menjadi contoh penyelesaian konflik bagi seluruh dunia. Hal ini membuat Aceh dan Indonesia telah berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia. "Sebagaimana komitmen kita bersama di hadapan dunia internasional, perdamaian ini harus kita jaga, kita rawat, dan kita upayakan dengan segenap tenaga," tutur Tgk. Malik Mahmud Al Haythar.