"Misalkan jika sebelumnya bisa mendapatkan 10 penumpang, dengan adanya kenaikan ini penumpangnya jadi turun jadi 7 atau bahkan hanya 5. Perlu diingat, jumlah driver tetap sama, tapi penumpang berkurang," kata Rumayya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/8/2022).
Dalam hal ini Rumayya mengutip hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) , yang menyebutkan lebih dari 50 persen konsumen pengguna ojol adalah masyarakat menengah bawah.
Kemudian, konsumen memilih menggunakan ojol dikarenakan harganya yang terjangkau.
Baca Juga: Kota Palembang Zona Oranye, Ojek Online Dilarang Angkut Penumpang
Jika kenaikan tarif ojol terlalu tinggi, hal itu bisa menjadikan ojol tidak terjangkau lagi oleh sebagian besar konsumen.
Sehingga, konsumen akan memilih opsi transportasi lain, salah satunya kendaran pribadi, yang akan menimbulkan masalah lain seperti kemacetan lalu lintas.
"Ketika tarif ojol naik di tahun 2019, sebanyak 75 persen konsumen menolak kenaikan harga ojol. Persentase penolakan tersebut tergolong tinggi, meski kenaikan tarif pada saat itu tidak sebesar di tahun 2022 ini," kata Rumayya.
"Tahun ini kami memang belum melakukan studi terbaru, tapi kemungkinan besar akan ada lebih dari 75 persen konsumen yang menolak, karena kenaikan tarifnya jauh lebih tinggi," ujarnya.
Efek serius lainnya jika kenaikan tarif ojol terlalu drastic maka akan menekan daya beli hingga berefek pada kenaikan inflasi.
Baca Juga: Viral Ojek Online Kaya Mendadak dan Dapatkan Rp 230 Juta, Hanya Gara-Gara Tidur 7 Jam
"Kita lihat saat ini inflasi sedang tinggi. Bahkan untuk inflasi pangan tertinggi sejak tahun 2015. Jika inflasi tinggi, maka daya beli konsumen tergerus," ucapnya.
Dalam hal penundaan kenaikan tarif ojol ini sangat di apresiasi oleh Rumayya yang mana hal ini dapat menjadi jembatan untuk menjaring berbagai masukan dari para pemangku kepentingan dalam penetapan tarid ojol terbaru.
"Penundaan pemberlakukan ini bagus walaupun tambahannya hanya 15 hari. Sehingga ada waktu lebih panjang, untuk menghitung lagi dampaknya, dan apakah ada solusi yang lebih baik. Jika memang harus naik, maka berapa besaran tarif yang sesuai," ujar Rumayya.
"Jadi perpanjangan waktu ini bisa digunakan untuk mencari masukan dan tambahan data agar bisa mengambil kebijakan publik lebih tepat, kami sangat dukung untuk itu," ujarnya.
Baca Juga: Cerita Horor: Kisah Ojol yang Dapat Orderan Fiktif dari Hantu Cici Cantik Bercelana Hotpants