Sonora.ID - Doktor Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto menyampaikan bangsa Indonesia dibangun atas kesadaran bersama tanpa membedakan suku, agama, status sosial; berbeda gender dan profesi, Inilah yang harus kita anak bangsa ingat.
“Indonesia dibangun untuk semua. Meski berbeda suku, agama, status sosial; berbeda gender dan profesi, dengan kesadaran bersama berjuang melawan penjajahan Belanda. Atas kesadaran terhadap Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, maka PDI Perjuangan bersama NU memperjuangkan Hari Santri sebagai spirit semangat Hubbul Wathon Minal Amin dan juga Hari Lahir Pancasila," urai Hasto saat menyampaikan paparan dengan tema Pancasila dan Api Islam di kampus IAIN Pontianak, Jumat (26/8/2022).
Dalam keterangan tertulisnya, Hasto lalu memaparkan bagaimana Islam di Nusantara telah berakulturasi, bahkan berdialektika dan bersintesa dengan cara hidup di bumi Nusantara yang begitu majemuk.
“Contoh akulturasi budaya terjadi ketika Sunan Kalijaga berdakwah Islam dengan wayang. Kesatupaduan filosofi Islam menyatu dengan falsafah Nusantara yang telah hidup ribuan tahun sebelumnya. Sayang, kini ada segelintir kelompok yang berpikiran sempit dan mengharamkan wayang dan gamelan.
Hasto yang juga Sekretaris Jenderal PDIP juga memaparkan panjang lebar soal makna logo Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat visioner mengenai Indonesia dan dunia dimana peradaban Islam Nusantara memiliki visi yang begitu hebat bagi dunia.
Menurutnya, semua hal itu penting untuk memahami batapa radikalisme menjadi cermin kemunduran peradaban karena minimnya pemahaman terhadap toleransi.
“Soal Pancasila bagaimana? Ketika kita memahami Pancasila berdasarkan falsafah yang sebenarnya, yang disampaikan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan kemudian bagaimana Pancasila tersebut diterima secara aklamasi oleh para pendiri bangsa, maka seharusnya Indonesia bebas dari berbagai bentuk radikalisme. Sebab seluruh agama mengajarkan kebaikan, budi pekerti, etika dan moral, serta tidak ada yang mengajarkan sikap yang anti kemanusiaan,” kata Hasto.
Maka, Bung Karno, lanjut Hasto, menggali seluruh mutiara peradaban Nusantara dan dunia, bagaimana Nusantara tumbuh subur dengan seluruh agama-agama yang ada di dunia, yang menyatu dengan local wisdom, dan berkesesuaian dengan kondisi geografis Nusantara sebagai negara kepulauan.
Dari Pancasila itu tegas bahwa pada dasarnya Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan,
“Sebab mana ada agama yang mengijinkan anti kemanusiaan? Untuk itu pahamilah api Islam dan juga makna yang misalnya terkandung dalam logo NU yang penuh dengan makna Islam sebagai rahmatan lil alamin,” kata Hasto lagi.
Lalu bagaimana peran kampus seperti IAIN? Hasto mengatakan kondisi saat ini bisa terjadi karena kita terlalu terpaku pada ke dalam diri sendiri (inward looking), dan bukan berpikir keluar (outward looking). Agama juga berusaha dipisahkan dari ilmu pengetahuan.
Padahal bila demikian, maka akan sulit untuk berkemajuan.
Pada titik itulah peran kampus sangat penting di dalam mendidik anak bangsa dan menyiapkan calon-calon pemimpin bagi masa depan.
“Ada disertasi yang menjabarkan tentang prinsip-prinsip ketuhanan yang maha esa, keadilan sosial, kemanusiaan, persatuan dalam perspektif Islam. Semua match. Lalu kenapa sekarang justru ada yang mempertentangkan? Ini karena kita inward looking,” ucap Hasto.
Sehingga Hasto mengingatkan, daripada mencela pemimpin kita sendiri dan sesama anak bangsa, lebih baik kita berjuang keluar seperti Bung Karno membela kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika, termasuk Aljazair dan Palestina.
"Maka kami berharap kepada seluruh mahasiswa, gemblenglah Anda untuk menjadj pemimpin bangsa masa depan,” pungkas Hasto.