Ini dimaksudkan agar tidak terjadi ketimpangan di lapangan dalam proses distribusi ekonomi yang berbasis kerakyatan dan menyasar semua warga negara.
“Skema ekonomi yang inklusif, menunjukkan Indonesia mampu memberi ruang yang sama bagi siapapun, termasuk didalamnya warga disabilitas untuk terlibat langsung, dan tidak hanya jadi penonton dalam pembangunan negara. Mereka juga bisa hadir di berbagai sektor kerja yang dibutuhkan oleh industri dengan tetap menyesuaikan kemampuan serta kualifikasi keahlian yang dibutuhkan.” ujar Angkie (08/09).
Angkie menegaskan, konsep ekonomi inklusif merupakan bagian dari penerjemahan UU No.8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas yang diikuti oleh peraturan turunannya yang menekankan hal penyandang disabilitas adalah mendapat pekerjaan dan jaminan perlindungan sosial.
“Jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan diberikan sebagai pengaman dasar dari hak penyandang disabilitas, dalam rangka proteksi terhadap risiko ekonomi yang bisa saja dialami selama bekerja,” tambah Angkie saat mengikuti diskusi panel bersama Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan di Movenpick Hotel dan Resort, Jimbaran, Bali.
Diskusi Panel bertajuk The 1ST International Conference on Manpower and Suistainable Development (IMSIDE), transformation of manpower in the changin world of work ini merupakan bagian dari side event G20 yang khusus membahas jaminan sosial ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas.
Empat isu prioritas yang menjadi topik pembicaraan adalah pasar tenaga kerja inklusif dan pekerjaan layak untuk penyandang disabilitas, penciptaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan, perkembangan kapasitas sumber daya manusia untuk pertumbuhan porduktifitas yang berkelanjutan, serta jaminan sosial ketenagakerjaan.
Staf Khusus Presiden juga mengapresiasi langkah Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan yang sangat memerhatikan warga disabilitas, agar mereka tidak hanya mendapat pekerjaan namun juga mengupayakan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai mitigasi risiko yang dihadapi saat bekerja.
“Adalah hal yang sangat positif bagi pengembangan ekonomi inklusif di negara ini, karena kita menyaksikan bersama, bagaimana peran stake holder, dalam hal ini Bu Ida Fauziyah melalui Kementerian Ketenagakerjaan serta BPJS Ketenagakerjaan Ibu Roswita Nilakurnia selaku direktur pelayanan memberikan perhatian luar biasa berupa jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan bagi disabilitas ketika masuk dalam industri baik sebagai pegawai ataupun karyawan formal maupun pekerja informal,” ucap Angkie.
Angkie Yudistia juga menunjukkan langkah pemerintah dalam mewujudkan ekonomi inklusi di Indonesia yang berorientasi pada keterlibatan disabilitas.
“Dan pemerintah melalui kementerian BUMN juga terus berupaya untuk memenuhi kuota ketersediaan disabilitas dalam lingkungan kerja perusahaan yang bergerak dibawah BUMN sebanyak dua persen sesuai ketentuan UU No. 8 tahun 2016. Perekrutan Bersama yang dilakukan oleh ekosistem BUMN tahun ini telah menyesuaikan kuota tersebut sehingga pegawai dengan disabilitas memperoleh Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.” tambahnya
Staf Khusus Presiden bidang sosial ini menyebut, data dari dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada survei angkatan kerja nasional tahun 2020 menunjukkan, 225.000 penyandang disabilitas usia 15 tahun keatas telah bekerja.
“Kami menemukan data dari BPS memperlihatkan bahwa disabilitas yang memasuki usia remaja, atau diatas 15 tahun, berhasil masuk dalam berbagai sektor industri kerja di Indonesia yang terbagi 75 persen sektor informal dan 25 persen bekerja sebagai karyawan atau pegawai.
Sementara, lapangan usaha tenaga kerja bagi disabilitas terbagi menjadi tiga sektor yaitu jasa (44%), pertanian (40%), dan industri (16%)” jelas Angkie.
Angkie Yudistia mengaku suatu kehormatan turut bisa terlibat dalam acara ini dan berharap bisa menginisiasi berbagai pihak, tidak hanya pemerintah, namun juga sektor swasta untuk lebih melibatkan disabilitas sebagai bagian dari kelompok kerja
“Ini merupakan suatu kehormatan bagi saya turut bisa hadir dan terlibat dalam acara yang merupakan rangkaian dari hajat besar negara ini sebagai tuan rumah G20 di Bali. Bahasan tentang hak-hak disabilitas utamanya dalam pengembangan ekonomi inklusif di forum ini adalah kemajuan besar bagi kita semua, tidak hanya masyarakat Indonesia, tapi juga dunia, untuk lebih terbuka dengan setiap individu, termasuk didalamnya disabilitas. Yang sebenarnya memiliki kemampuan setara juga berdaya dalam berkontribusi bagi kemajuan ekonomi suatu negara” tutup Angkie.