Namun, pengalaman membantu orang tuanya itu bukan hal yang sia-sia bagi Jody. Telah sejak SMA, lelaki yang kini berumur 50 tahun itu mengasah kemampuannya berbisnis lewat berbagai macam usaha seperti berjualan parsel, susu segar, roti bakar, hingga kaos partai.
Segala yang Jody temui, baik untung dan rugi, berusaha diambil pelajaran guna tak mengulangi hal yang sama pada kesempatan lain.
Kegagalan “Obonk Steak” itu lantas tak membuat Jody berpangku tangan. Ia mencari pelajaran yang bisa diambil dari situ. Baru di bulan September tahun 2000, Jody memutuskan untuk meneruskan perjuangan orang tuanya.
Dengan menjual motor pemberian orang tuanya dan menjadikannya modal usaha, Jody membangun gerai Waroeng Steak and Shake pertama di Jalan Cenderawasih, Yogyakarta.
Pemilihan nama “waroeng”, kata Jody, bertujuan untuk mengesankan bahwa ia menjual steak dengan harga terjangkau. Mengambil pelajaran dari masa lalu, Jody lantas berhasil mengembangkan usahanya dari waktu ke waktu.
Seiring berjalannya waktu, Waroeng Steak and Shake semakin digandrung para pelanggan. Ia menjadi gerai yang paling akrab di telinga masyarakat jika sewaktu-waktu hendak memakan steak. Di tahun kedua pendiriannya saja, Jody mulai kewalahan melayani pengunjung.
Maka, untuk mengatasi kondisi itu, Jody mulai mendorong keluarga dan kolega terdekatnya untuk berinvestasi di Waroeng Steak and Shake. Kerjasama itu dilakukan dengan sistem bagi hasil 50:50 dan terus dilaksanakan hingga berdirinya outlet/cabang ke-7.
Belakangan setelah cabang ke-7 berdiri, Jody lebih senang mengajak investor dari kalangan ustaz untuk mengembangkan usahanya.
Baca Juga: Penjual Nasi Kuning Jadi Seleb TikTok, Ini Kisah Hidup Tante Lala
Ia lalu mulai mengepakkan sayap bisnisnya ke berbagai kota di Jawa, Bali, hingga Sumatera. Nama-nama seperti Ustaz Yusuf Mansur dan Ustaz Edi Musthofa juga terlibat dalam pengembangan usaha Jody itu.
Karena kedekatan dengan kalangan ustaz itu, Jody mulai memprioritaskan keberkahan dalam setiap bisnisnya.
Saat ini, usaha kulinernya bahkan telah berkembang di berbagai lini, seperti Bebaqaran untuk ikan bakar, Bebek Goreng H. Slamet, dan Festival Kuliner (Feskul). Dengan menjalin hubungan dengan para ustaz, Jody percaya itu akan memberikannya keberkahan, dan hasilnya, bisnisnya kini telah berkembang jauh lebih besar.
Sebagai rasa syukur atas pencapaian itu, Jody lalu berinisiatif mendirikan Rumah Tahfizh di Deresan, Yogyakarta.
Di sana, ia mengasuh mengasuh sekitar 83 santri mukim dan 60 santri kalong yang fokus menghapalkan Al-Qur’an. Kedekatannya pada ustaz mengantarnya pada pola menjalankan bisnis berbasis spiritual.
Lewat usaha semacam itu, Jody memercayakan segala hal kepada Tuhan. Semakin ia mengabdikan diri untuk agama dan saudara-saudaranya, bisnisnya kini berkembang dari waktu ke waktu. Kini, ia diketahui banyak orang sebagai salah satu pebisnis Muslim paling dikenal di seluruh penjuru negeri.
Demikian kisah sukses Jody Brotosuseno sebagaimana di atas. Semoga menginspirasi.
Baca Juga: Begini Kisah Hidup Achmad Zaky, Pendiri Bukalapak Asal Sragen