Di kesempatan tersebut, namanya masuk kualifikasi dan tembus babak final di nomor lari 800-1.500m. Semua atlet yang berhasil sampai pada tahap itu diundang Presiden Soekarno untuk datang ke Istana Merdeka.
Maka, akibat pencapaian itu, Ciputra yang tak pernah muluk-muluk terhadap hidupnya masuk ke istana dan bertemu orang nomor satu Indonesia. Di tempat itu, ia menenggak sebotol Coca-Cola untuk pertama kalinya dalam hidup yang, menurutnya, “bersensasi luar biasa”.
Namun, kehidupan Ciputra sebagai atlet berakhir ketika ia berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selama jadi mahasiswa, ia berhenti berurusan dengan lomba lari sama sekali.
Berbekal ilmu arsitektur seadanya yang ia dapat dari kelas-kelas kuliah, Ciputra mendirikan CV Daya Tjipta bersama kedua temannya: Budi Prasali dan Ismail Sofyan. Usaha mereka itu bergerak di bidang proyek-proyek pembangunan.
Awalnya, tiga sahabat karib ini menjalankan usahanya dengan mendirikan kantor di sebuah garasi di Jalan Soetjipto, Bandung.
Mereka berkeliling dari rumah ke rumah, mencari orang yang bersedia memakai jasa mereka. Proses semacam itu berlangsung lama hingga akhirnya membuat Ciputra mafhum bahwa tak selamanya ia bisa menggantungkan hidup dari mencari uang lewat cara itu.
Maka pada tahun 1960, ketika telah beristri dan punya anak, Ciputra membawa hijrah keluarganya ke Jakarta guna mencari penghidupan yang lebih baik.
Ia mengamati keadaan Jakarta yang sedang giat berbenah di masa itu dan berniat menemui Gubernur Jakarta (Soemarno Sosroatmodjo) guna mendapat proyek besar.
Baca Juga: Tutup Usia, Pemilik Ciputra Group Pernah Lewati Dua 'Neraka' dalam Hidupnya
Dengan bantuan mantan asisten gubernur yakni Mayor Charles, Ciputra berhasil menemui Gubernur Soemarno. Di depannya, ia dan tim mengutarakan niatnya untuk ikut andil dalam pembenahan Jakarta lewat peremajaan kawasan Senen.
Siapa sangka, Gubernur Soemarno setuju dengan niat baik itu. Ia meneruskan gagasan proyek Ciputra dan tim ke Presiden Soekarno, meminta mereka mempresentasikan proyek di Istana Merdeka. Maka untuk kedua kalinya, Ciputra bertemu Presiden Soekarno di istana, namun dengan urusan yang berbeda.
Mempresentasikan proyek besar yang tak main-main di depan presiden, Ciputra dan tim gelagapan dan kikuk. Namun pada akhirnya, proyek itu disetujui Presiden Soekarno. Namun, ada satu masalah yang menghalangi proyek tersebut dieksekusi, yakni masalah dana.
Guna mengatasi masalah itu, Gubernur Soemarno membantu Ciputra mengumpulkan beberapa pengusaha besar kala itu, yakni Hasjim Ning, Agus Musin Dasaad, juga sejumlah petinggi bank, yakni Jusuf Muda Dalam, bos Bank Negara Indonesia, dan Jan Daniel Massie, Direktur Utama Bank Dagang Negara.
Lewat bantuan orang-orang tersebut, proyek Ciputra dan tim untuk peremajaan Senen akhirnya dieksekusi. Dengan usaha keras lagi berkeringat, Ciputra dan tim akhirnya berhasil membangun tiga blok di sana, yakni Blok I, Blok II, dan Blok IV.
Perusahaan yang pada awalnya dibuat Ciputra dengan kedua temannya itu berubah nama menjadi PT Pembangunan Ibukota Jakarta Raya (Pembangunan Jaya) pada 3 September 1961. Keberhasilannya di proyek Senen menjadi alasan perusahaan itu beranak-pinak dan kian meraksasa sampai sekarang.
Dengan pencapaian itu, Ciputra akhirnya dikenal sebagai konglomerat dan salah satu raja properti di negeri ini. Pada November 2017, Majalah Forbes menempatkannya sebagai orang terkaya ke-21 di Indonesia dengan harta senilai US$ 1,45 miliar atau sekitar Rp 20 triliun.
Demikian penjelasan mengenai kisah hidup almarhum Ciputra sebagaimana di atas. Semoga dapat menginspirasi kita semua.