Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 02/KPPU-K/2021 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) UU 20/2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan oleh PT GPI di Kabupaten Musi Banyuasin hari ini di Kantor Pusat KPPU Jakarta. (
KPPU Kanwil I)
Sonora.ID –Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyelesaikan permasalahan kemitraan antara PT Guthrie Pecconina Indonesia (PT GPI) dengan KUD Sinar Delima dalam kasus dugaan pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 (UU 20/2008).
Penyelesaian tersebut diakhiri dengan putusan KPPU yang dibacakan dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 02/KPPU-K/2021 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) UU 20/2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan oleh PT GPI di Kabupaten Musi Banyuasin pada Selasa (27/9/22) di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
Dalam putusan tersebut, KPPU menyimpulkan bahwa dengan adanya perjanjian penyelesaian yang diajukan PT GPI di persidangan, membuktikan tidak adanya upaya penguasaan secara yuridis atas kegiatan usaha yang dijalankan, dan aset/kekayaan yang dimiliki KUD Sinar Delima, sehingga unsur memiliki dan/atau menguasai tidak terpenuhi.
Dengan demikian, KPPU memutuskan bahwa PT GPI tidak terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008.
Perkara ini bermula dari hasil laporan dan ditindaklanjuti ke tahap pemeriksaan pendahuluan dengan PT GPI sebagai Terlapor (Inti) dan Koperasi Unit Desa (KUD) Sinar Delima (Plasma).
PT GPI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi minyak inti sawit, sementara KUD Sinar Delima mewadahi petani sawit dalam mengelola perkebunan plasma.
PT GPI dan KUD Sinar Delima bermitra melalui Perjanjian Kerja Sama dengan nomor perjanjian 001/PLASMA/GPI-KUD/I/2012 Tanggal 26 Januari 2012 dalam rangka Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota) Tahun Tanam 2005/2006-2013 di lokasi Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam pelaksanaannya, KUD Sinar Delima menanggap perjanjian tersebut merugikan plasma, sehingga meminta adanya perbaikan perjanjian dengan PT GPI, namun tidak dilaksanakan. KPPU dalam proses penegakan hukumnya, telah menyampaikan 3 (tiga) kali peringatan tertulis dan perintah perbaikan kepada PT GPI, namun seluruhnya tidak dilaksanakan, sehingga KPPU melanjutkan permasalahan tersebut ke tahapan Sidang Majelis Komisi.
Dari keterangan saksi di persidangan, diketahui bahwa pemerintah daerah telah mencoba menjembatani agar tidak terjadi saling sengketa dan berharap hal tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, namun belum membuahkan hasil.
PT GPI dalam persidangan akhirnya menyatakan bahwa mereka akan berupaya untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara musyawarah dan mufakat agar kemitraan tetap berjalan dengan baik.
Sehingga di akhir proses persidangan, PT GPI mengajukan Perjanjian Penyelesaian antara mereka dengan KUD Sinar Delima.
Perjanjian Penyelesaian tersebut secara ringkas, antara lain berisikan kesepakatan untuk memperjelas pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama dalam berbagai hal, seperti penyusunan dan perencanaan yang dilakukan secara bersama-sama, pelaksanaan pengelolaan dan perawatan kebun plasma yang akan melibatkan kedua pihak, serta penyusunan laporan pelaksanaan pengelolaan dan perawatan kebun plasma yang dituangkan dalam Laporan Pengelolaan Kebun Plasma (LPKP).
Selain itu juga menyepakati bahwa dalam hal perbaikan infrastruktur lain diperlukan, para pihak sepakat untuk bermusyawarah terlebih dahulu untuk menyepakati bentuk, besaran biaya, dan pihak yang akan menanggung biaya perbaikan infrastruktur kebun plasma.
Berdasarkan fakta-fakta di persidangan serta adanya upaya positif PT GPI melalui Perjanjian Penyelesaian, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa tidak ada penguasaan secara yuridis atas kegiatan usaha yang dijalankan KUD Sinar Delima dan aset/kekayaan yang dimiliki KUD Sinar Delima oleh Terlapor selaku Usaha Besar sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan.
Dengan demikian, Majelis Komisi memutus bahwa PT GPI tidak terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) UU 20/2008.