Palembang, Sonora.ID – Ancaman resesi global 2023 kian nyata seiring kenaikan inflasi dan suku bunga acuan hingga berkelanjutanya ketegangan antara Rusia dan Ukraina.
Amidi, Pengamat Ekonomi Sumatra Selatan mengatakan kepada Sonora (29/09/2022), bahwa resesi ekonomi secara ekonomi adanya penurunan produk domestik regional bruto untuk lokal atau produk domestil bruto untuk nasional, yang artinya pendapatan domestik negara.
Faktor pendorong resesi antara lain; jumlah pengangguran yang terus meningkat, pendapatan manufaktur yang terus menurun, dan inflasi yang terus meningkat.
Dengan tingginya tingkat inflasi, tindakan-tindakan lembaga keuangan internasional akan menaikkan suku bunga. Bila terjadi kenaikan suku bunga, maka akan mempengaruhi investasi.
Baca Juga: Apa Itu Resesi Ekonomi: Penyebab dan Dampaknya: Materi Ekonomi Kelas 11 SMA
Investasi pun akan menurun dan lesu karena bunga tinggi menyebabkan biaya dana untuk berinvestasi relatif besar.
Seperti efek domino, jika investasi menurun maka akan terjadi pengurangan produksi, pengangguran tambahan, pengurangan pendapatan.
“Ini menjadi momok negara-negara saat ini. Resesi menjadi perbincangan akhir-akhir ini,” ujarnya.
Ia mengatakan, Indonesia tidak perlu gusar menghadapi resesi yang akan terjadi karena secara struktural, perekonomian Indonesia masih kuat.
Hal ini dikarenakan produk domestik regional bruto dan produk domestik bruto tidak terlalu bombastis terjadi penurunan serta adanya andalan sektor konsumsi.
Walaupun terjadi pandemi maupun ancaman krisis, konsumsi masih tetap menjadi sektor primadona, penyumbang pertumbuhan ekonomi di negeri ini.
Tidak kalah penting kondisi politik kita cukup kondusif meskipun ada riak-riak kecil tapi masih wajar.
“Harapan kita kondisi kondusif ini akan membantu kita untuk tidak menciptakan krisis. Pengalaman kita tahun 1998 karena kondisi perpolitikan mengalami permasalahan sehingga ekonomi kita jadi gonjang-ganjing. Kita masih ada andalan yaitu konsumsi, kondusifitas politik yang terjaga,” ujarnya.
Ia berpesan agar pemerintah bisa menahan diri untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang membuat kisruh pasar seperti kebijakan konversi LPG ke kompor listrik atau kebijakan menaikkan harga BBM.
Baca Juga: Apes Total! Ini 15 Negara yang Terancam Masuk 'Jurang' Resesi, Indonesia Siap-Siap Bangkrut?
Pemerintah harus menahan diri agar kebijakan yang diambil tidak menyebabkan reaksi pasar yang negatif.
Pelaku usaha diharapkan tetap melakukan bisnisnya dengan normal, karena ada jaminan bahwa ekonomi kita cukup kuat sehingga tidak perlu takut terjadinya resesi.
Masyarakat juga diharapkan dapat mengendalikan pendapatan yang mereka miliki. Meskipun ada resesi, bila masyarakat dapat mengatur pendapatan, maka dampak resesi tidak terlalu berdampak.