Fenomena Quiet Quitting, Memberi Jarak Antara Kehidupan Pribadi dengan Pekerjaan.  

3 Oktober 2022 21:01 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi. ( )

Sonora.ID - Kamu pernah nggak sih merasa bahwa di lingkungan sekitar atau bahkan mungkin kamu sendiri, sudah mulai menurunkan workload sehari - hari atau biasa disebut hustle culture dengan embel - embel work life balance? Tahu nggak kalau fenomena ini dinamakan ‘quiet quitting’.

Sebelum memasuki quiet quitting, kita perlu ingatkan terlebih dahulu apa itu hustle culture. Hustle culture adalah fenomena mendorong generasi muda untuk bekerja sebanyak mungkin dan sepenuh jiwa, sampai melupakan kesehatan mental serta kehidupan pribadinya.

Menjadi lawan kata dari hustle culture yakni quiet quitting, lebih mendorong individu untuk bekerja sesuai porsinya, tidak menerima lembur dan mengerjakan secara efektif dan efisien.

Pada intinya, quiet quitting lebih memihak kenyamanan diri dan memprioritaskan kehidupan pribadi, serta mulai memberi jarak kepada pekerjaan yang tidak begitu perlu untuk dikerjakan.

Dilansir dari New York Post, quite quitting berasal dari China tepatnya pada tahun 2021. Di China, konsep ini sering disebut dengan lying flat atau tang ping, yaitu fenomena gelombang pekerja muda yang memberontak terhadap kosep jam kerja yang sangat padat, memakan banyak waktu dan sulit di China.

Baca Juga: Pendaftaran Hak Cipta Melonjak Tajam di Masa Pandemi Covid-19

Trend ini muncul pada April 2021 ketika sebuah postingan online tentang konsep tersebut viral di Tiktok. Kemunculan fenomena quiet quitting disebabkan adanya perubahan pola pikir yang dialami para pekerja muda selama masa pandemi Covid-19.

Pola pikir ini sangat berkaitan dengan perubahan budaya tempat kerja yang menggunakan sistem work from home (WFH) maupun hybrid.

Tapi, apa iya quiet quitting ini menyehatkan? Seorang pakar psikologi bernama Chamber Lee mengatakan bahwa quiet quitting adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi burnout akibat overwork, apalagi saat pekerja dirasa kurang dihargai. Ini membantu seorang individu menjauhi produktivitas yang toxic.

Memang betul, memberi jarak antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan jauh lebih baik dampaknya untuk seorang individu mulai dari kehidupan sosialisasi hingga kesehatan mental. Namun, ada juga dampak negatif dari quiet quitting.

Fenomena ini dapat berisiko membuat seorang individu kehilangan rasa semangat, kehilangan tujuan, dan kepuasan dalam bekerja. Malah, ternyata dapat meningkatkan level depresi para karyawan.

Wah, serem juga ya? Kalau kalian, kalian lebih cenderung yang kemana kali ini? Hustle culture atau quiet quitting? Share your story with us!

EditorKumairoh
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm