Melihat nominal pada voucher yang tinggal dua pilihan, ia memilih voucher belanja dengan nominal paling rendah kemudian berbalik dan tersenyum pada ibu dan empat anaknya. Hal ini membuat Dini terkejut dan menganggapnya bodoh.
Dini kemudian mencoba menguji Rina dengan uang yang ia bawa. Ia meminta Rina untuk mengambil salah satu uang yang ia sodorkan. Sedikit bingung, Rina mengambil uang dengan nominal paling rendah.
Keesokan harinya Dini bercerita kepada teman-temannya tentang kebodohan Rina. Untuk membuktikannya, Dini memanggil Rina ke hadapan teman-teman kelasnya.
“Hai, Rin, aku ada uang nganggur nih. Kamu pilih yang mana? Aku kasih buat kamu.” Dini menyodorkan uang sejumlah Rp10.000 dan Rp20.000 kepada Rina.
Rina pun mengambil Rp10.000 dari Dini. Dini dan teman-temannya tertawa dan mengatakan bahwa Rina bodoh. Peristiwa ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Beberapa teman Dini juga ikut-ikutan melakukan hal itu.
Rina tetap diam dipermalukan seperti itu. Dan setiap kali dipaksa untuk memilih, ia selalu bersikap tenang dan memilih uang dengan nominal yang paling rendah. Ia juga ikut tertawa ketika orang-orang menertawakannya.
Hingga suatu hari ketika Dini memamerkan kebodohan Rina pada salah seorang kakak kelas terpopuler bernama Rifki dihadapan teman-teman kelasnya. Dini kembali menyodorkan uang, kali ini bernominal Rp50.000 dan Rp100.000, kepada Rina dan memintanya memilih.
Lagi-lagi Rina memilih uang dengan nominal terendah. Semua orang tertawa, menertawakan Rina yang hanya tertunduk, kecuali Rifki. Ia tertegun mengamati siapa sebenarnya yang sedang membodohi siapa.
“Lihat, Kak. Teman baikku yang satu ini unik kan?” kata Dini kembali mulai mempermalukan Rina.
“Ya, dia memang unik dan cerdas. Jika saja ia memilih uang dengan nominal tertinggi dari awal, maka kalian tidak akan mau bermain dengannya bukan? Cobalah kalian hitung berapa ratus ribu yang sudah kalian keluarkan cuma-cuma,” kata Rifki.
Pada akhirnya, bagi Rina teman yang baik itu selalu ada memberikan tambahan penghasilan tak terduga meski harus dibayar dengan kesabarannya. Tapi tidak apa-apa, setiap perbuatan pasti ada bayarannya dan perbuatan Dini dibayar dengan uang serta rasa malu.
Baca Juga: Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerita Pendek alias Cerpen
4. Mimpi Sang Dara
Pagi menjelang saat seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dara mulai menjerang air untuk membuat segelas teh panas. Dara, ialah gadis yang hidup dengan sejuta mimpi di dalam sebuah rumah berdinding tinggi.
Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang sangat kaya. Namun sayangnya Dara tidak bisa menopang tubuhnya sendiri tanpa menggunakan bantuan kursi roda, sehingga merasa diacuhkan bahkan saat berada di istana mewah tersebut.
Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang bisa diharapkan dari gadis dengan kursi roda tersebut. Sementara kakaknya mungkin saja malu mempunyai adik dengan kondisi seperti Dara
Setiap hari Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan kursi rodanya menuju arah taman. Gadis yang berusia 17 tahun tersebut sangat senang untuk menggambar di taman guna menghilangkan pikiran buruknya yang menyesali keadaannya.
Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorangpun di dalam rumah tersebut mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dara memiliki kekuatan untuk menggerakan kursi rodanya ke arah taman kompleks, berniat menenangkan diri.
Saat sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya dengan kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai menyebutkan namanya, yaitu Hana. mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling mengerti kondisi masing-masing.
Tiba-tiba Hana Berkata, “ Dara, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang terlahir sia-sia. Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita masih punya hak untuk merasakan bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dara.” lalu, akhirnya gadis itu berpamitan pada Dara.
Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang diucapkan oleh gadis tersebut. Dara berpikir bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya ketika orang di dekatnya tidak mendukungnya sama sekali.
Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia menangis ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan. Hal yang dipikirkan oleh Dara adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan kondisi tersebut.
Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran besar. Hal yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat lukisan. Kesibukan tersebut juga dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu diacuhkan dan mulai memahami perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dara untuk menemui gadis itu guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.
Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka bahwa Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dara hanya tersenyum melihat respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran tersebut.
Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara. Orang tua Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang selama ini diacuhkannya. Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkan apa yang dimiliki.
5. Persahabatan Tak Pernah Luntur
Kisah persahabatanku dengan Jasmine dimulai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu, aku dan dia baru berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olahraga. Sebelum pingsan, Jasmine bertanya padaku, “ kamu terlihat lemas, apakah kamu perlu kupanggil guru agar segera dibawa ke UKS?” aku yang berusaha untuk tetap kuat kemudian menjawab, “tidak perlu, aku masih kua untuk mengikuti jam olahraga.”
Jasmine yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian memanggil guru untuk memberitahukan bahwa Putri sepertinya akan pingsan. Tanpa berlama-lama, guru olahraga segera membawa Putri ke ruangan UKS agar bisa beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku merasa sudah lebih baik dan tahu kalau penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di pagi hari.
Sesampainya kembali ke kelas, aku sangat berterima kasih kepada Jasmine karena sudah memberitahukan kepada guru kalau aku bisa saja pingsan. Tanpa Jasmine, mungkin aku akan pingsan. Kami berdua pun pulang bersama naik angkutan umum yang sama karena tanpa diduga rumah kami searah.