Dengan cepat, para pengawal Nyi Endit bergerak dan memukuli pengemis itu. Namun, ada sebuah keajaiban yang terjadi. Hanya sekali gebarakan, pengemis itu membuat para pengawal Nyi Endit terlempar beberapa meter.
Kemudian pengemis itu mengambil sebatang ranting pohon dan menancapkan ranting itu ke tanah. “Lihat ranting pohon ini! Jika kau bisa mencabutnya kau termasuk orang-orang yang mulia di dunia ini. Namun, jika kau tidak berhasil, kau bisa mewakilkannya kepada pengawalmu,” seru si pengemis kepada Nyi Endit.
Ranting itu tidak berhasil ditarik oleh Nyi Endit atau pun para pengawalnya. Namun, tanpa diduga, pengemis itu mampu menarik ranting itu dari tanah. Setelah ranting itu ditarik, dalam sekejap tanah yang ditancapkan ranting mengeluarkan air yang begitu banyak.
Banyaknya air yang keluar membuat satu desa terendam banjir hingga menjadi sebuah danau yang bernama Situ Bagendit. Situ artinya danau, sedangkan Bagendit diambil dari nama Nyi Endit.
Kisah Asal Usul Situ Bagendit mengajarkan para pembaca untuk tidak somboh dan serakah karena akan membuat diri kita dijauhi oleh orang-orang sekitar. Ingat bahwa smua hal yang ada di dunia ini merupakan titipan Sang Maha Kuasa.
3. Sireum dan Japati (Semut dan Burung Japati)
Dahulu kala, ada semut yang terjatuh ke air ketika tengah minum di sisi sungai.
Seekor merpati baik hati kemudian menolongnya dengan menyodorkan daun sebagai pegangan.
Daun itu merpati tarik hingga ke tepi sungai agar semut bisa naik ke permukaan.
Setelah semut berterima kasih, keduanya lantas menlanjutkan perjalanan masing-masing.
Beberapa hari kemudian, semut melihat seorang pemburu tengah mengincar merpati yang menyelamatkannya.
Ia lantas menggigit kaki pemburu dan memperingatkan merpati mengenai bahaya tersebut sebagai bentuk balas budi.
Pesan Moral:
Sireum dan Japati mengajarkan para pembaca untuk selalu menolong sesama karena kebaikan yang sudah dilakukan akan berbuah manis di kemudian hari.
4. Talaga Warna
Pada zaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah sepasang kekasih yang arif dan bijaksana yang memimpin sebuah kerajaan. Rakyat dari kerajaan itu sering memanggil raja dengan sebutan “sang Prabu”. Negeri yang dipimpin sang Prabu sangat aman dan tentram sehinga rakyatnya hidup sejahtera dan damai.
Meskipun sudah jaya menjadi raja, tetapi sang Prabu masih merasa gundah gulana karena mereka belum dikaruniai sang buah hati. Padahal berbagai tabib sudah mereka datangi, tetapi belum ada yang berhasil.
Hari berganti hari, sang Prabu merasa sedih karena terus menerus melihat permaisurinya murung sepanjang hari. Sang Prabu akhirnya pergi ke hutan untuk bertapa dan berdoa supaya segera dikaruniai anak.
Setelah berbulan-bulan meninggalkan istana hanya untuk bertapa dan berdoa, Permaisuri akhirnya mengandung seorang bayi. Kebahagiaan pun terpancar menyelimuti seluruh kerajaan. Rakyat juga ikut merasakan rasa bahagia setelah mendengar kabar baik ini.
Rasa bahagia rakyat ditunjukkan dengan memberi ucapan selamat dan membawa berbagai macam hadiah kepada sang Prabu dan permaisuri. Setelah mengandung selama sembilan bulan, permaisuri melahirkan seorang putri. Semua rakyat kembali memberikan berbagai macam hadiah untuk kelahiran putri raja.
Tahun telah berlalu, putri kecil sang raja tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Hingga tanpa mereka rasakan bahwa putrinya sebentar lagi akan berumur 17 tahun.
Setelah mendengar kabar bahwa sang Putri akan berumur 17 tahun, seluruh istana sibuk untuk mempersiapkan sebuah pesta yang sangat mewah karena sang Prabu dan permaisuri ingin mengundang seluruh rakyat untuk hadir ke pesta tersebut.
Baca Juga: 5 Cerita Motivasi Singkat yang Mengandung Pesan Moral
Sang Prabu membawa sedikit emas dan permata ke ahli perhiasan untuk dibuatkan sebuah kalung yang paling indah. “Dengan senang hati Yang Mulia. Aku akan membuat kalung terindah untuk sang Putri yang sangat cantik,” kata ahli perhiasan.
Hari ulang tahun yang telah dinanti-nantikan akhirnya datang juga. Semua rakyat kerajaan bersiap-siap untuk berkumpul di alun-alun istana. Di hari ulang tahun sang Putri, alun-alun istana disulap menjadi sebuah tempat pesta yang sangat indah. Makanan-makanan yang disajikan juga terasa lezat serta ada iringan musik yang menjadikan pesta semakin meriah.
Permaisuri dan sang Prabu keluar dari istana untuk menemui penduduk negeri yang sudah berkumpul. “Wah… sang Putri memang benar-benar cantik,” puji seluruh undangan yang hadir pada saat itu.
Kemudian, sang Putri menerima hadiah itu dan segera membukanya. Namun, suatu hal yang di luar harapan terjadi. Sang Putri berkata, “kalung apa ini? Kalung jelek. Aku tidak ingin menggunakan kalung ini.”
Kemudian, sang Prabu bangun dari singgasana dan menyerahkan hadiah istimewanya. “Putriku tercinta, terimalah hadiah istimewa yang berasal dari seluruh rakyat kerajaan ini. Mereka sangat mencintaimu,” ujar sang Prabu.
Kalung itu dibuangnya ke lantai hingga semua batu yang ada di kalung itu terlepas dan berantakan. Setelah menyaksikan kejadian itu, semua para tamu undangan hanya bisa terdiam dan tidak ada seorang pun yang berani berkata-kata.
Tidak berapa lama, permaisuri menangis melihat perilaku anaknya dan ia sangat kecewa terhadap anaknya. Selain itu, permaisuri merasa sedih karena hadiah yang berasal dari para penduduk tidak dihargai.
Bukan hanya permaisuri yang merasa sedih, tetapi semua yang hadir pada pesta itu juga ikut menangis. Hingga akhirnya, istana dibanjiri dengan air mata. Hal yang tak terduga pun terjadi, tiba-tiba muncul mata air dari alun-alun istana. Semakin lama air itu semakin deras hingga membentuk danau dan menenggelamkan istana.
Danau itu sekarang dikenal dengan nama “Telaga Warna”. Mengapa dinamakan telaga warna? Karena danau itu bisa berubah-ubah warna. Konon katanya, warna-warna pada “Telaga Warna” berasal dari batu-batu kalun sang putri yang tersebar di dasar telaga.
Pesan Moral:
Melalui cerita Talaga Warna, pembaca dapat mengambil pesan moral yaitu:
5. Bebek Emas
Dahulu kala, ada seorang petani miskin yang hidup bersama bebek miliknya dan terkenal sebagai pekerja keras.
Ia lantas berdoa kepada Tuhan agar menjadi kaya sehingga bisa makan apa pun.
Siapa sangka doanya terkabul dan bebek yang ia miliki mulai bertelur emas setiap hari.
Kondisi keuangannya seketika berubah drastis, tetapi ini malah membuatnya jadi pemalas.
Saking malasnya, ia memutuskan untuk menyembelih sang bebek karena enggan bolak-balik mengambil telur.
Pikirnya, ia bisa sekaligus mengambil seluruh emas di dalam tubuh sang bebek jika memotongnya.
Siapa sangka bebek tersebut malah mati dan ia kehilangan seluruh hartanya karena tidak pandai mengelola uang.
Pesan Moral:
Cerita Bebek Emas mengajarkan para pembaca untuk selalu bersyukur atas segala hal yang dimiliki dan tidak tamak. Jangan gelap mata sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan.
6. Gagak yang Ingin Dipuji
Suatu hari, ada gagak yang mencuri dendeng dari tempat penjemuran.
Saat ia terbang dengan dendeng di mulutnya, gagak berpapasan dengan seekor anjing.
Anjing yang ingin merebut dendeng sang gagak pun mulai mengeluarkan pujian-pujian untuknya.
Gagak yang menyukai pujian tersebut, tanpa sadar mengeluarkan bunyi “gaak, gaak” hingga makanan di mulutnya terjatuh.
Di momen inilah anjing langsung mengambil dendeng tersebut dan membawanya menjauh.
Meninggalkan gagak yang menyesali perilakunya sendiri hingga kehilangan makanan kesukaannya.
Pesan Moral:
Dongeng sunda ini mengajarkan manusia untuk tidak mudah terlena dengan pujian karena bisa saja ada orang yang berniat buruk kepada Anda melalui ucapan-ucapan yang manis tersebut.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.