“Salah satu hal yang perlu patut diperhatikan adalah persoalan aplikasi pemerintahan. Contohnya adalah aplikasi persuratan kita sudah mudah dan bisa akses kapanpun, tetapi pihak yang ingin mengirim surat antar kementerian, masih harus mengirim surat melalui aplikasi pihak ketiga seperti WhatsApp, padahal kita memiliki aplikasi sendiri. Seharusnya aplikasi-aplikasi pemerintah yang sudah ada tidak boleh berdiri sendiri-sendiri melainkan harus saling terhubung,” tambahnya.
Kemudian materi berikutnya dilanjutkan oleh Tenaga Ahli Kemenkominfo, Theodoor Sukardi, yang mengenai Peraturan Perundang-undangan yakni UU ITE dan UU PDP. Dalam pemaparannya, Theodoor menyampaikan bahwa UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN merupakan dasar yang perlu dipahami oleh ASN sebelum memahami lebih lanjut mengenai UU ITE dan UU PDP.
“Walaupun UU No. 5 tahun 2014 kerap dianggap sebagai basic oleh para ASN, tetapi inilah yang kemudian akan beririsan dengan UU ITE serta UU PDP. Banyak ASN yang kerap disebut oleh media sebagai korban UU ITE karena kasus pencemaran nama baik dan lain sebagainya, padahal tidak ada yang namanya korban UU ITE. Mungkin ASN tersebut memang melakukan kesalahan karena kurangnya pengetahuan mengenai peraturan yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman lebih lanjut agar hal tersebut tidak kembali terjadi,” tegasnya.
Pemaparan materi kemudian dilanjutkan oleh Widyaiswara Ahli Madya BPSDM Kemendagri,
Wawan Hermawan mengenai core value ASN Berakhlak. Wawan menekankan bahwa saat ini ASN sedang dipersiapkan untuk menjadi talenta digital yang kemudian bisa menambah wawasan bagi rekan-rekannya.
“Berkat kesempatan ini, kita bisa berpartisipasi lebih maksimal. Core Value ASN berakhlak memiliki irisan dengan literasi digital, terutama dengan budaya digital dan etika digital. Mudah-mudahan sinergitas kita dapat terjalin dengan baik, agar bapak/ibu turut bisa menjadi mentor untuk mendukung literasi digital,” jelasnya.
Materi berikutnya mengenai Budaya Digital dipaparkan oleh Kepala Lab Psikologi Binus University, Dr. Istiani dan Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila,
Dr. Irene Camelyn Sinaga. Dalam pemaparannya, Dr. Istiani menyebutkan bahwa ASN bisa
disebut memahami budaya digital adalah pada saat pribadi tersebut memiliki beberapa
kemampuan.
“Individu yang mampu membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Selain itu Dr. Irene juga menambahkan bahwa semua peserta yang hadir sebenarnya merupakan pelaku budaya atau budayawan semuanya. Ketika semua ASN melakukan kegiatannya menjadi manifestasi, itulah yang membuat kita sebagai pelaku budaya.
Sesi terakhir mengenai Etika Digital dibawakan oleh Direktur Utama PT. Kombas Digital Internasional, Cahyo Edhi. Menurut Cahyo, ruang digital yang bisa diakses semua orang
dengan sebebas mungkin tidak berarti boleh digunakan secara egois dan melanggarhak-hak orang lain. Pemanfaatan digital tersebut perlu didasari dengan kesadaran bahwa
kita tidak sendirian di ruang digital, sehingga kita harus saling menghormati layaknya di
dunia nyata.
“ASN yang hadir disini sebagai calon mentor harus bisa menjadi role model untuk masyarakat, bukan hanya dari sisi kecakapan digitalnya saja tetapi juga dari etika penggunaannya. ASN juga bisa menjadi sosok yang punya andil untuk mengedukasi masyarakat mengenai gangguan komunikasi, seperti hoaks, ujaran kebencian, dan lain sebagainya,” tegas Cahyo.
Kegiatan Literasi Digital Sektor Pemerintahan merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) untuk memberikan literasi digital kepada 50 juta orang masyarakat Indonesia hingga tahun 2024.