Sonora.ID - Perhelatan G20 Religion Forum (R20) hari ini (3/11) memasuki hari kedua. Ratusan pemimpin agama, sekte, dan kepercayaan dari seluruh dunia, akan kembali bertemu dan berdialog mengenai agama, dengan harapan dapat menciptakan perdamaian sejati antar agama di dunia.
Pada R20 hari pertama (2/11), Menteri Agama RI, H. Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan kepada para hadirin, Indonesia merupakan bangsa yang tumbuh oleh tempaan sejarah. Berbagai tantangan telah dilewati oleh Indonesia, mulai dari masa kolonial, hingga saat ini dimana Indonesia harus menghadapi Pandemi COVID-19, di masa demokrasi.
"Demokrasi telah memberikan Indonesia jalan terbaik bagi rakyat untuk berpartisipasi mempertahankan hak-hak dan kewajiban konstitusionalnya," ujar Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas saat menjadi narasumber pada sesi panel R20 di Nusa Dua, Bali, Rabu (2/11/2022).
Selain mengungkapkan Indonesia sebagai bangsa yang telah sukses dalam melewati berbagai tantangan, Yaqut juga menjelaskan kepada para pemimpin agama, sekte, dan kepercayaan dari seluruh dunia, mengenai Indonesia sebagau negara Pancasila.
Yaqut menjelaskan mengenai dasar Pancasila, yang hingga saat ini bertahan menjadi ideologi dasar negara. Dimana Yaqut menguraikan narasi, saat Presiden RI Soekarno merumuskan lima prinsip dasar Indonesia;
Baca Juga: Akhirnya Pakar Mikro Ekspresi Bicara: ART Ferdy Sambo Stres dan Nervous
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Dihadapan para hadirin, Yaqut juga menjelaskan, kelima dasar tersebut pun akhirnya bertransformasi menjadi dasar negara, setelah terlebih dahulu melewati mufakat bersama, dimana kelima dasar tersebut, saat ini telah kita kenal sebagai Pancasila:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
“Ini adalah jalan damai dari keinginan sekaligus kebesaran hati kelompok Islam sebagai mayoritas dengan merelakan tujuh kata yang sebelumnya menyertai sila ketuhanan Yang Maha Esa untuk dihapus. Tujuh kata itu (adalah) 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'," terang Yaqut, Rabu (2/11/2022).
Yaqut pun turut memberikan penjelasan, Pancasila bersifat praktis, dan dijadikan sebagai dasar negara untuk menjamin kesatuan dan integrasi politik yang bernama 'Republik Indonesia'. Setelah ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun praktis menjadi visi bersama untuk menggapai tujuan negara.
Pancasila juga dikukuhkan sebagai wawasan politik atau dasar negara. Hal itu jelas terlihat dari konstruksi Soekarno, yang secara spesifik dapat disetarakan dengan filsafat dan ideologi-ideologi lain, seperti Marxisme dan Liberalisme.
Baca Juga: Penggantian Kendaraan Listrik Tak Berpengaruh Besar Jika PLN Masih Pakai Batu Bara
"Dengan demikian, lepas dari retorika Soekarno, Pancasila bukanlah suatu ideologi politik partikular yang tertutup dan sistematis total sebagaimana Marxisme maupun Liberalisme," ujar Yaqut, Rabu (2/11/2022).
Menurut Yaqut, Soekarno dalam hal ini lebih menekankan fungsi implisit Pancasila, sebagai sign of unity (penanda persatuan) untuk Republik yang merdeka.
Sementara itu, dalam perumusan lain, Profesor Moh. Hatta, wakil presiden pertama Republik Indonesia sekaligus Proklamator bersama Soekarno, menjelaskan, bahwa Pancasila mengandung dua fundamen, yakni fundamen moral pada sila pertama, dan fundamen politik pada sila ketiga, keempat, dan kelima.
“Dengan itu, apabila kita tafsirkan dalam kerangka politik kewargaan negara, Pancasila dapat dipahami sebagai negara yang mendorong rakyatnya hidup berdasarkan prinsip-prinsip moral berketuhanan dan kemanusiaan dan prinsip-prinsip politik menjaga persatuan berdemokrasi dan menjunjung keadilan sosial," terang Yaqut, Rabu (2/11/2022).
Lebih lanjut Yaqut menyampaikan, pengalaman Indonesia di bawah Orde Baru juga menunjukkan, bahwa eksistensi Pancasila yang berlebih-lebihan hanya membuat jauh dari hati sanubari rakyat. Sebaliknya dorongan yang lebih nyata kepada solidaritas kemanusiaan dan rasa persatuan, justru mendorong Pancasila merekah dalam tindakan pengalaman pandemi di Indonesia.
"Tanpa partisipasi suka rela rakyat, tanpa solidaritas dan rasa persatuan, tanpa kemanusiaan dan kehendak untuk adil rasanya sulit di Indonesia bisa mengatasi krisis serta globalisasi pandemi dengan baik," jelas Yaqut yang juga dipercayakan menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Rabu (2/11/2022).
Sebagai penutup, ia menegaskan, bahwa dengan menggunakan Pancasila, hal-hal material memang bisa menopang kemajuan. Namun harapan-harapan terbaik umat manusia pada akhirnya hanya bisa dijamin dalam prinsip-prinsip bersama yang kokoh serta universal.
Baca Juga: Kiai Miftach Yakin Jika G20 Religion Forum 20 atau R20 Dapat Menyatukan Perbeda