Sementara itu, Ketua Umum GPMB Tjahjo Suprajogo menjelaskan untuk menciptakan inovasi dan kreatifitas tidak harus dengan biaya besar. Pun dengan suasana keaksaraan yang tidak harus dibangun dengan buku-buku yang mahal.
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando menerangkan pasal 48 Undang-undang Perpustakaan bagaimana peran keluarga bersama satuan pendidikan dan masyarakat dengan jelas, yaitu menggerakkan kegiatan membaca. Bahkan, sejak diproklamirkan merdeka tidak ada pemimpin negara di Indonesia yang tidak menempatkan membaca pada program prioritas pembangunan.
Kehidupan masyarakat yang cerdas ditandai dengan meningkatnya budaya kegemaran membaca sebagai modal dasar pembangunan yang seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Nyatanya, setelah masyarakat tumbuh mengakar dengan budaya tutur (lisan) yang terjadi berikutnya malah terpaan media elektronik dan media sosial (medsos) mempengaruhi semua lini perilaku kehidupan masyarakat.
Akibatnya, masyarakat yang belum kokoh berbudaya baca dan menulis, jadi mudah menghujat, berkomentar dengan bahasa yang buruk.
“Netizen Indonesia termasuk buruk di dunia karena dari budaya tutur langsung ke budaya medsos tanpa melalui budaya tulis,” jelasnya.
Syarif Bando melanjutkan, di dalam budaya baca manusia diajarkan mengenal ilmu pengetahuan. Sedangkan, dalam budaya menulis akan tertanam cara berpikir yang logis dan terstruktur. Jika tidak terbiasa membaca, maka akan sulit menulis, pungkas Syarif Bando.