Di mana apabila disimpulkan dan disusun secara hierakis menjadi Pancasila, ekonomi kekeluargaan, ekonomi Pancasila, ekonomi kerakyatan, marhaenisme. Terlihat sebuah reinterpretasi progresif yang amat menarik.
Persinggungan konseptual yang diuraikan menunjukkan bahwa konstitusi ekonomi dimana Pasal 33 merupakan ruh-nya tidak hanya dilingkari oleh rekonstruksi gagasan-gagasan besar tapi juga memperlihatkan tentang kerja-kerja keilmuan yang masih terfragmentasi meski memiliki satu tujuan yang sama.
Ditulis oleh Anggota Komisi X DPR RI, Elnino M. Husein Mohi dan Akademisi, Susanto Polamolo, buku tersebut berusaha menyajikan semua perdebatan itu secara utuh dan obyektif. Dari buku Perdebatan Pasal 33 Dalam Sidang Amandemen UUD 1945 dapat terlihat sejauh mana keilmuan ekonomi diuji.
“Dengan adanya buku ini maka kami ingin mengajak kembali agar bangsa ini berdebat lagi tentang hal-hal yang paling ideal. Kita Bersama harus mengkaji lagi ekonomi Indonesia ke depan seperti apa supaya kesejahteraan itu betul-betul merata di seluruh rakyat Indonesia,” terang Elnino.
Sementara Susanto membenarkan bahwa Pasal 33 UUD 1945 memang bersinggungan dengan banyak konsep yang akan membawa pembaca mundur jauh ke belakang.
“Kalau kita ngomongin pasal 33 ternyata memang dia bersinggungan dengan banyak konsep ya, yang pertama itu memang dia bersinggungan dengan konsep yang namanya konstitusi ekonomi, kemudian konsep ekonomi kerakyatan dengan gagasan-gagasan besar, lalu kemudian ada konsep demokrasi ekonomi, demokrasi politik dan yang terakhir dia bersinggungan dengan ekonomi Pancasila,” pungkasnya.
Bagi Susanto perdebatan-perdebatan tersebut merupakan perdebatan konseptual luar biasa dengan dampak panjang yang sayangnya sudah tidak dapat disaksikan lagi saat ini.