Sonora.ID - Mengharukan dan menyayat hati, berikut adalah beberapa contoh puisi untuk ayah yang sudah meninggal.
Orang tua tentu merupakan sosok yang paling berarti dalam hidup setiap orang.
Lewat perjuangan mereka, kita bisa tumbuh dewasa dan merasakan berbagai kenikmatan hidup sebagaimana yang kita miliki saat ini.
Lantaran besarnya jasa orang tua, kita sebagai anak tak akan pernah mampu membalas jasa dan perjuangan mereka di hidup ini secara sepadan.
Maka, adalah sebuah keniscayaan bila orang tua merupakan sosok yang paling patut disayang dan dihormati dalam hidup seorang anak.
Meski begitu, ada beberapa orang kurang beruntung yang telah kehilangan orang tua mereka lebih awal ketimbang kebanyakan yang lain.
Momen kehilangan orang tua semacam itu tentu sangat menyakitkan bagi seseorang. Pasalnya, ketika orang tua telah meninggal, hidup seseorang akan terasa sangat hampa, murung, dan penuh kegelisahan.
Maka dari itu, orang yang telah kehilangan orang tuanya membutuhkan wadah untuk mengekpresikan perasaan dan bahkan kesedihan mereka.
Baca Juga: 15 Puisi Hari Guru Singkat dan Menyentuh Hati, Bentuk Hormat atas Jasa Guru Selama Ini
Sebab, bila perasaan semacam itu tak disalurkan, maka kemungkinan besar ia bakal mengalami stres dan bahkan depresi.
Maka, sebagai bahan untuk mencetuskan ide guna menyalurkan perasaan, berikut Sonora sajikan contoh puisi untuk ayah yang sudah meninggal, sebagaimana dilansir dari pelajarindo.com.
Puisi untuk Ayah yang Sudah Meninggal
1. Untuk Ayah yang Telah Berada di Surga
Ku nikmati Rindu,
yang tercipta oleh Lengkung Jingga,
Bersama Dentingan Dawai Gitar,
Mencoba untuk bernostalgia dan,
melupakan segenap Prahara yang ada.
Aku tak Risau,
Soal lemahnya daya ingatku akanmu,
Sebab Tuhan selalu berhasil,
Mengembalikan kenangan kita
Lewat Senja yang berbau Rindu itu.
Aku masih menyapamu,
Sebagaimana kau menyapaku dulu,
Namun kepergianmu,
Membuat Senja tak lagi sama,
Bahkan puisiku juga.
Ketahuilah..
“Kamu” adalah Gagasan Utama,
Pembicaraanku dengan TUHAN,
Disetiap kedua telapak tangan terbentang menganga,
diiringi air mata.
2. Pengaduan Rindu kepada Tuhan
Padamu wahai Senja,
Dimana mereka sembunyikan senyum pembelah malam pekat itu ?
Kemana mereka buang sisa canda tawa Penghardik gundah itu ?
Tidak kah mereka paham ?
Teruntuk Tuan Surya yang mengantuk,
Siapa sebenarnya yang kejam ?
Mengapa tak henti mereka hantamkan belati usang itu ?
Kapan mereka (akan) mengerti betapa dalamnya rasa sakit ini ??