Sonora.ID – Pada Sidang Majelis Pemeriksaan Lanjutan yang dilaksanakan, Jumat (13/01/2023) di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
Pihak terlapor pada Perkara No. 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Penjualan Minyak Goreng (Migor) Kemasan di Indonesia menghadirkan Oke Nurwan yang merupakan mantan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen Dagri) Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai saksi.
Sementara, Dalam persidangan, Oke yang saat ini merupakan Tenaga Ahli Bidang Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, menjelaskan bahwa pemerintah melalui Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit bertugas menjaga stabilitas dan kepastian harga minyak goreng sawit, serta keterjangkauan harga minyak goreng sawit di tingkat konsumen.
Saat itu, Pemerintah sudah mengantisipasi kenaikan harga CPO dunia dalam pengambilan kebijakannya.
“Pemerintah sudah mengantisipasi kenaikan harga CPO dunia dan merancang beberapa skema yang dapat dilakukan pada jangka waktu 6 bulan antara lain membayar selisih harga, melakukan mekanisme DPO (Domestic Price Obligation) dan DMO (Domestic Market Obligation) apabila harga di atas Rp 15000/liter dan menurunkan porsi konsumsi biodiesel, “terang Oke.
Baca Juga: Dalam Sidang Migor di KPPU, Terlapor Hadirkan Kemenperin Sebagai Saksi
Namun, Kemendag menganalisa bahwa kenaikan harga minyak goreng murni karena kenaikan CPO dunia.
Dalam paparan, Oke menjelaskan bahwa dalam menekan harga minyak goreng, pemerintah menyiapkan minyak goreng kemasan sederhana sebagai pengganti minyak goreng curah dan menetapkan harga minyak goreng premium sebesar Rp 14 000/liter.
Harga minyak goreng curah tidak diatur oleh pemerintah karena harganya menyesuaikan dengan harga minyak goreng premium.
Namun dikarenakan panic buying masyarakat, terjadi kelangkaan minyak goreng. Oke juga memaparkan adanya tiga lapis proses distribusi DMO minyak goreng yang disebut D1, D2 dan D3.