Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat membacakan hasil RDG Bulanan Bulan Januari 2023 yang digelar secara streaming, Kamis (19/01/2023). (
Bank Indonesia)
Jakarta, Sonora.ID – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75 %, suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 5,00 % dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%.
“Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan, " ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat membacakan hasil RDG Bulanan Bulan Januari 2023 yang digelar secara streaming, Kamis (19/01/2023).
Disamping itu, Perry Warjiyo meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 % ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023.
“Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen berupa term deposit (TD) valas dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar, “ jelas Perry.
Dalam kesempatan itu, Perry Warjiyo juga membacakan mengenai pertumbuhan ekonomi global yang semakin melambat dari prakiraan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.
“Koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar dan disertai dengan meningkatnya risiko potensi resesi terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Penghapusan Kebijakan Nol-Covid (Zero Covid Policy) di Tiongkok diprakirakan akan menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Secara keseluruhan, Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 menjadi 2,3% dari prakiraan sebelumnya sebesar 2,6%, “ katanya.
Perry Warjiyo menyebutkan, tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, meskipun tetap di level tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa.
Namun, Sejalan dengan tekanan inflasi yang melandai, pengetatan kebijakan moneter di negara maju mendekati titik puncaknya dengan suku bunga diprakirakan masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023.
“Ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai mereda sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan pelemahan nilai tukar negara berkembang juga berkurang,”jelas Perry Warjiyo mengakhiri.