Salah Jadwal Sekolah
Prolog:
Siang itu lima sekawan yakni Danu, Diba, Dita, Didit, dan Dadang sepakat untuk mengerjakan tugas sepulang sekolah bersama.
Dialog:
Dita : Nanti kita kerjakan tugas di tempat biasa ya teman-teman.
Didit : Di balai desa atau di rumah Danu?
Dita : Di balai desa saja.
Diba : Baiklah teman-teman, kalau begitu saya pulang ganti baju dan makan dulu baru saya ke balai desa.
Setelah mereka semua pulang ke rumah masing-masing dan jam menunjukkan pukul empat sore, Diba, Dita, dan Didit segera berangkat menuju balai desa. Hanya Danu yang tidak berangkat karena sepulang sekolah ia tertidur pulas dan lupa jika sudah sepakat mengerjakan tugas.
*Di balai desa*
Didit : Danu mana ya? Sudah hampir jam lima dia tak kunjung datang.
Diba : Jangan-jangan dia lupa jika sekarang kita akan mengerjakan tugas?
Dita : Atau mungkin dia mengira kalau kita akan mengerjakan tugas di rumahnya. Sebaiknya kita ke rumahnya mungkin dia sudah menunggu kita.
Dadang: Mungkin dia ada urusan tetapi lupa memberitahu kita. Kita tunggu saja disini sembari menyelesaikan separuh tugas.
Mereka berempat mengerjakan tugas bersama terlebih dahulu sembari menunggu kedatangan Danu. Setelah jam tangan Dadang menunjukkan angka pukul 5:30 sore, terlihat dari jauh anak laki-laki terengah-engah berlari membawa tas.
Didit: Tuh kan, Danu baru kemari.
Diba : Eh.. iya. Tetapi kenapa dia berlari seperti dikejar hantu dan memakai seragam sekolah?
Danu : Teman-teman? Sedang apa kalian sepagi ini di balai desa? Apa kalian tidak takut terlambat ke sekolah?
Seketika Dita, Diba, Didit dan Dadang tertawa terbahak-bahak.
Dita : Ini masih sore, Danu. Pasti kamu baru bangun tidur kan?
Diba : Makanya Dan, kita dilarang tidur sampai hampir petang.
Wajah Danu memerah disertai rasa malu dan menyesal.
Baca Juga: 10 Contoh Kalimat Konotatif dalam Sehari-hari, Beserta Ciri-cirinya
Contoh 3
Kau Milikku dan Juga Miliknya
Prolog
(Setting: di sebuah taman kota pada sore hari)
Dialog
Sarnowo: Sayang, minggu depan ada acara ulang tahun sepupuku. Aku mau ajak kamu datang ke pesta itu
Mutia: (mencoba mengingat - ingat, apakah dia juga ada janji kencan dengan Amir, pacarnya yang satu lagi)..hhmm..pengen siy, tapi lihat nanti ya. Aku belum tahu minggu depan di kantor ada lembur atau tidak.
Sarnowo: (yang sebenarnya sudah tahu kalau Mutia ada kencan dengan Amir)..duuh..diusahain donk. Kan aku juga pengen ngenalin kamu ke keluarga besarku.
Mutia: Iya..aku usahain..(tak lama kemudian HP Mutia pun berdering. Mutia melirik layar HP nya dan ternyata Amir yang menelepon)
Sarnowo: Kok ngga diangkat say?
Mutia: ah ngga penting..dari temenku kok. Nanti aku telp balik saja (sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya)
Sarnowo: eh pinjam HP nya donk..aku mau sms temen kantorku (sambil senyum - senyum usil)
Mutia: pulsaku habis juga tuh (sudah mulai merasa tidak nyaman)
Sarnowo: oh ya sudah lah..yuuk kita pulang saja. Sudah sore nih
Mutia : (merasa belum mendapatkan barang apapun hari itu, dia berpikir keras tentang bagaimana caranya bisa mengajak Sarnowo ke mall) kita ke mall dulu yuuk..ngadem bentar gitu..sambil lihat-lihat
Sarnowo: oh pengen ke mall? ayoo..
(kemudian mereka berdua jalan ke mall karena jarak antara taman dan mall yang dekat)
(Setelah sampai di mall)
Mutia: (sibuk memilih - milih baju dan sebuah di sebuah butik)..bagus ngga say? pantes ngga aku pakai ini? (sambil bergaya bak foto model)
Sarnowo: oh bagus..makin cantik aja kamu (Sarnowo yang tahu akal bulus Mutia yang selalu morotin uangnya mulai pasang strategi)
Mutia: udah ini aja..setelah bayar kita pulang biar ngga kemalaman (sambil membawa barang - barang belanjaannya ke kasir)
(Sarnowo yang biasanya langsung mengikuti Mutia ke kasir, saat itu terlihat anteng di dekat kamar ganti dan pura-pura tidak mendengar ajakan Mutia)
Sarnowo : (berteriak untuk kesekian kalinya)..Sayang..ini lho sudah selesai dihitung belanjaannya
Sarnowo: (sambil jalan mendekat) ya udah..tinggal dibayar kan
Mutia: kok kamu gitu..kan biasanya kamu yang bayarin (sambil marah teriak - teriak
(tak lama kemudian Amir pun mendekat ke meja kasir)
Amir: oh ini juga yang biasa membayari barang - barang belanjaanmu?
Mutia: (dengan ekspresi yang kaget setengah mati) eh..hmm...anu..kok kamu bisa disini?
Amir: aku memang sengaja datang kesini. Aku dan Sarnowo sudah tahu polah tingkahmu mempermainkan kamu
Sarnowo: sudah puas kan kamu menghabiskan uang kami berdua selama ini?
(petugas kasir mengingatkan Mutia untuk segera membayar barang belanjaannya karena jumlah orang yang antri semakin banyak)
Mutia: (dengan tertunduk malu) maaf mbak, saya tidak jadi beli semua barang-barang ini (kemudian terdengar teriakan cemooh orang - orang yangs edang antri di belakang Mutia)
Amir & Sarnowo: enak ya dibikin malu seperti sekarang. Kena batunya kan sekarang.
(tanpa menjawab, Mutia kemudian lari meninggalkan Sarnowo dan Amir)
Contoh 4
Suami yang Sial
Agung, seorang polisi baru saja menginterogasi seorang wanita yang menjadi tersangka KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) kepada suaminya sendiri, Ilham.
Kondisi sang suami saat ini tampak babak belur sampai wajahnya lebam dan bibirnya bengkak karena dipukuli sang istri.
Agung pun kemudian bertanya pada sang istri dengan amat hati-hati.
Agung: “Kenapa suaminya dipukuli, Bu?”
Tersangka wanita: “Habisnya saya jengkel sekali pak polisi. Saya marah, saya kesel,” kata si ibu masih mendelik pada sang suami yang tak berani menatapnya.
Agung: “Iya, saya udah dengar ibu bilang itu terus dari tadi. Cuma maksud saya apa alasan Ibu sampai memukul suami ibu sampai suami ibu babak belur seperti ini? Kira-kira apa yang dikatakan suami kepada ibu tadi pagi?” Agung mencoba bertanya lagi dengan sabar.
Tersangka wanita: “Jadi dimulai dia bangun tidur, Pak. Saya lagi membuat kopi di belakang. Saya lupa kalau jam di ruang tengah kami itu mati. Lalu di datang ke saya dan bertanya, ‘Sekarang sudah jam berapa, Lili?'”
Agung: (mengerutkan kening, bingung) “Karena alasan itu kah ibu menjadi sebal dan marah lalu memukul suami sampai babak belur seperti ini?”
Tersangka wanita: “Sebab nama saya Rani, bukan Lili, Pak Polisi.”
Agung: Waduh, jadi bapaknya…?
Lalu si istri dan suami tersebut bertengkar lagi.
Baca Juga: 10 Contoh Kata-kata Penutup Presentasi yang Lucu dan Tidak Membosankan
Contoh 5
Capek Deh..
Daftar Pemain:
Di suatu siang yang sangat terik, ada 4 orang pemuda yang berkumpul di saung di tengah-tengah sawah. Keempat pemuda tersebut tampak kepanasan dan sesekali mereka mengipaskan tangannya ke wajahnya.
Dian : Panasnya. Nggak ada angin mampir lagi. Siang bolong begini kita enaknya ngapain ya? (mengusap keringat di dahi dan lehernya)
Dino : Baru tau aku kalau siang itu bolong. Emang bolongnya itu di sebelah mana?
Dion : Iya, lagian siang bolong itu juga aneh. Lah kalau siang ada bolongnya, malam ada bolongnya juga nggak?
Dino : Betul itu, malam bolong juga nggak pernah dengar aku. Dari mana sih kamu dapat kata-kata itu, Dian?
Dian : Nggak tau juga (sambil cengengesan). Pokoknya, kata siang bolong itu sering aja terdengar di telingaku. Ya udah, aku ikut-ikutan aja. Kali aja bisa bikin gaul gitu.
Doni : Oalah, modal ikut-ikutan gitu mana bisa bikin gaul. Kalau emang bisa, harusnya aku udah gaul dong, kerjaanku ikutin emak ke pasar melulu tiap hari.
Dino : Wihhh anak emak, anak yang baik.
Dion : Ya, kalau modal ikut-ikutan juga bisa bikin gaul, mending kamu ikut bapak saya saja.
Dian : Ikut ke mana memangnya?
Doni : Iya, kepo juga nih. Ikut bapak kamu ke mana?
Dion : Kan gini, kemarin itu bapak ngajakin aku ke mana gitu, aku nggak mau. Nah, buat gantinya, gimana kalau kamu yang ikut. Aku yang bilang sama bapak deh.
Dian : Lah, kau ini. Nyuruh ngikut bapakmu tapi nggak tahu mau diajak ke mana. Gimana sih.
Doni : Ya udahlah, Dion kalian dengerin. Pasti bakal bikin bingung lah dia.
Dino : (Menepuk jidat) Baru inget kalau sebaiknya omongannya si Dion nggak dianggep biar nggak puyeng.
Dian : Astaga, bener juga. Ya sudahlah, masak gara-gara aku ngomong siang bolong gitu kalian malah jadi ribut.
Dino : GR aja kamu itu. Kita dari tadi ini cuma ngobrol. Bukan ribut. Nggak ada perkelahian juga.
Dian : Iya, maksud aku, ya sudah jangan dibahas lagi ini.
Doni : Lah kan memang dewan perwakilan kita mau membahas Rancangan Undang-Undang nanti
Dion : Loh iya ta? Rancangan Undang-Undang yang mana? Undang-Undang soal pengucapan siang bolong?
Doni : Aduh kau ini (menjitak kepala Dion). Nggak ada hubungannya kali, dewan sama siang bolong. Lagian ngapain juga mereka bahas ginian
Dian : Eh tapi nggak salah loh, yang namanya dewan perwakilan itu kan wakilnya kita. Jadi ya wajar dong kalau mereka juga bahas apa yang kita bahas.
Dino : Hmm bener banget (sambil mengacungkan jempol).
Doni : Sudahlah kalian ini. Matahari udah mulai lengser tuh, aku tinggal dulu ya.
Dino : Mau kemana?
Doni : Males ngomong sama kalian, selalu nggak ada ujungnya.
Dian : Lah, kita di tengah sawah, ya pantes ajalah kalau nggak ada ujungnya.
Dion : Bener banget tuh.
Doni : Ya sudahlah, pokoknya intinya aku mau pergi dulu.
Dino : Lah mau pergi, kamu ini kayak nggak betah aja ada di dunia. Kita baru usia 20an bro, masak udah pengen koid aja.
Doni : Maksud aku, aku pulang dulu gitu.
Dian : Nah, ini nih. Harus dikoreksi nih. Kata-kata yang nggak bener gini. Kalau memang mau pulang ya bilang mau pulang dong. Jangan bilang mau pergi. Entar dikira udah nggak demen hidup kamu.
Doni : Ah terserah kau sajalah. Aku pulang dulu. Takut dicariin emak.
Dion : Ya sudah kalau begitu, kita juga pulang aja teman-teman. Nggak ada Doni nggak seru
Akhirnya, keempat pemuda itupun kembali ke rumahnya masing-masing.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.
Baca Juga: 3 Contoh Sambutan Lamaran Pihak Pria yang Singkat Tapi Tetap Khusyuk