lalu meluap ke mana-mana.
“Ia suka berpikir,” kata Siapa,
“itu sangat berbahaya.”
Marsinah tak ingin menyulut api,
ia hanya memutar jarum arloji
agar sesuai dengan matahari.
“Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa,
“dan harus dikembalikan
ke asalnya, debu.”
/3/
Di hari baik bulan baik,
Marsinah dijemput di rumah tumpangan
untuk suatu perhelatan.
Ia diantar ke rumah Siapa,
a disekap di ruang pengap,
ia diikat di kursi,
mereka kira waktu bisa disumpal
agar lengkingan detiknya
tidak kedengaran lagi.
Ia tidak diberi air,
ia tidak diberi nasi,
detik pun gerah
berloncatan ke sana ke mari.
Dalam perhelatan itu,
kepalanya ditetak,
selangkangannya diacak-acak,
dantubuhnya dibirulebamkan
dengan besi batangan.
Detik pun tergeletak,
Marsinah pun abadi.
(Sapardi Djoko Damono)
Baca Juga: 7 Puisi Motivasi Penyemangat nan Hangat dari Para Penyair Ternama
Jante Arkidam
Sepasang mata biji saga
Tajam tangannya lelancip gobang
Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang
Arkidam, Jante Arkidam
Dinding tembok hanyalah tabir embun
Lunak besi dilengkungkannya
Tubuhnya lolos di tiap liang sinar
Arkidam, Jante Arkidam
Di penjudian di peralatan
Hanyalah satu jagoan
Arkidam, Jante Arkidam
Malam berudara tuba
Jante merajai kegelapan
Disibaknya ruji besi pegadean
Malam berudara lembut
Jante merajai kalangan ronggeng
Ia menari, ia ketawa
‘Mantri polisi lihat kemari!
Bakar meja judi dengan uangku sepenuh saku
Wedana jangan ketawa sendiri!
Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat
Bersama Jante Arkidam menari
Telah kusibak ruji besi’
Berpandangan wedana dan mantri polisi
Jante, jante Arkidam!
Telah dibongkarnya pegadaean malam tadi
Dan kini ia menari
‘Aku, akulah Jante Arkidam
Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya batang pisang
Tajam tanganku lelancip gobang
Telah kulipat rujibesi’
Diam ketakutan seluruh kalangan
Memandang kepada Jante bermata kembang sepatu
‘Mengapa kalian memandang begitu?
Menarilah, malam senyampang lalu!’
Hidup kembali kalangan, hidup kembali perjudian
Jante masih menari berselempang selendang
Diteguknya sloki ke sembilan likur
Waktu mentari bangun, Jante tertidur
Kala terbangun dari mabuknya
Mantri polisi berdiri di sisi kiri:
‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’
Digisiknya mata yang sidik
‘Mantri polisi, tindakanmu betina punya!
Membokong orang yang nyenyak’
Arkidam diam dirante kedua belah tangan
Dendamnya merah lidah ular tanah
Sebelum habis hari pertama
Jante pilin ruji penjara
Dia minggat meniti cahya
Sebelum tiba malam pertama
Terbenam tubuh mantri polisi di dasar kali
‘Siapa lelaki menuntut bela?
Datanglah kala aku jaga!’
Teriaknya gaung dilunas malam
Dan Jante di atas jembatan
Tak ada orang yang datang
Jante hincit menikam kelam
Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali
Jante datang ke pangkuannya
Mulut mana yang tak direguknya
Dada mana tak diperasnya?
Bidang riap berbulu hitam
Ruas tulangnya panjang-panjang
Telah terbenam beratus perempuan
Di wajahnya yang tegap
Betina mana yang tak ditaklukannya?
Mulutnya manis jeruk garut
Lidahnya serbuk kelapa puan
Kumisnya tajam sapu ijuk
Arkidam, Jante Arkidam
Teng tiga di tangsi polisi
Jante terbangun ketiga kali
Diremasnya rambut hitam janda bawahnya
Teng kelima di tangsi polisi
Jante terbangun dari lelapnya
Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya
Berdegap langkah mengepung rumah
Didengarnya lelaki menantang:
‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’
‘Datang saja yang jantan
Kutunggu di atas ranjang’
‘Mana Jante yang berani
Hingga tak keluar menemui kami?’
‘Tubuh kalian batang pisang
Tajam tanganku lelancip pedang’
Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap
Memandang hina pada orang yang banyak
Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah
‘He, lelaki mata badak lihatlah yang tegas
Jante Arkidam ada di mana?’
Berpaling seluruh mata ke belakang
Jante Arkidam lolos dari kepungan
Dan masuk ke kebun tebu
‘Kejar jahanam yang lari!’
Jante dikepung lelaki satu kampung
Di lingkung kebun tebu mulai berbunga
Jante sembunyi di lorong dalamnya
‘Keluar Jante yang sakti!’
Digelengkannya kepala yang angkuh
Sekejap Jante telah bersanggul
‘Alangkah cantik perempuan yang lewat
Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’
‘Jante? Tak kusua barang seorang
Masih samar dilorong dalam’
‘Alangkah eneng bergegas
Adakah yang diburu?’
‘Jangan hadang jalanku
Pasar kan segera usai!’
Sesudah jauh Jante dari mereka
Kembali dijelmakan dirinya
‘He, lelaki sekampung bermata dadu
Apa kerja kalian mengantuk di situ?’
Berpalingan lelaki ke arah Jante
Ia telah lolos dari kepungan
Kembali Jante diburu
Lari dalam gelap
Meniti muka air kali
Tiba di persembunyiannya
(Ajip Rosidi)
Balada Pembungkus Tempe
Fermentasi asa
Mengharap sempurna
Bentuk utuh nan konyol
Rasa, karsa tempe
Pembungkus yang berjasa
Penuh kisah bertulis duka lara
Dibuang tanpa dibaca
Pembungkus tempe
Bukan plastik tapi kertas usang tak terpakai
Masihkah ada yang membelai sebelum membuangnya?
(W.S. Rendra).
Baca Juga: Contoh Puisi Naratif Lengkap dengan Pengertian dan Jenis-jenisnya
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.