Sonora.ID - Stunting dan kemiskinan ekstrem menjadi tantangan berat di Sulawesi Selatan. Antara tahun 2021 dan 2021 terjadi penurunan sangat sedikit.
Berdasarkan data BPS dan Kemenkes, stunting 2021 sebesar 27,4 persen dan 2022 menjadi 27,2 persen (turun 0,2 persen). Sedangkan kemiskinan ekstrem 2021 tercatat 1,54 persen dan 2022 menjadi 1,54 persen (juga turun 0,2 persen).
Berbagai persoalan dan solusi disampaikan dalam pemaparan pemerintah daerah kepada Menko PMK Muhadjir Effendy dalam Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem secara daring, pada Rabu (15/3/2023).
Menko PMK mengapresiasi ikhtiar dan inovasi yang sudah dilakukan oleh pemda di Sulsel.
“Tetapi masih perlu ada peningkatan yang lebih lanjut," kata Menko PMK.
Sulsel memang masih jauh dari target nasional 2024 stunting 14 persen dan kemiskinan ekstrem 0 persen.
Kegiatan daring di provinsi ke-19 ini diikuti perwakilan dari 24 kabupaten kota di Sulsel. Acara ini mendengarkan paparan dari wakil Kabupaten Jeneponto, Pangkajene dan Kepulauan, Tana Toraja, Toraja Utara, Gowa, Takalar, Selayar, Maros, Luwu Utara. Pejabat Sekda Sulsel Andi Aslam Patonangi mewakili pemprov Sulsel.
Jeneponto mempunyai prevalensi stunting dan kemiskinan ekstrem tertinggi di Sulsel. Pada 2022, berdasarkan SSGI, prevalensi stunting di Jeneponto sebesar 39,8 persen, mengalami peningkatan dari 2021 sebesar 37,9 persen. Kemudian, angka kemiskinan ekstrem di Jeneponto mengalami kenaikan yang sangat signifikan, dari tahun 2021 sebesar 0,61 persen, menjadi 4,51 persen di 2022.
Sekda Kabupaten Jeneponto Muhammad Arifin Nur menyampaikan, berbagai permasalahan yang dihadapi daerahnya. Dari segi intervensi spesifik seperti pemenuhan kecukupan gizi ibu bayi dan remaja, masih kurang terpenuhinya alat pemeriksaan USG dan antropometri di Puskesmas Posyandu, dan kurangnya SDM yang mumpuni.
Kemudian dari segi intervensi sensitif masih banyak masyarakat yang belum memiliki akses air minum bersih, kurang optimalnya sarana sanitasi, masih banyak rumah kurang layak huni, banyak masyarakat miskin kurang tersentuh bantuan sosial. Selain itu, lanjut Sekda Jeneponto, hal yang masih menjadi kendala sehingga masih banyak masalah tersebut adalah kurangnya anggaran untuk menangani stunting dan kemiskinan ekstrem.
Selain Jeneponto, masih cukup banyak daerah di Sulsesl yang angka stunting dan kemiskinan ekstremnya tinggi. Seperti Kepulauan Selayar, angka stunting sebesar 32,1 persen di tahun 2022, kemiskinan ekstrem 3,36 persen. Kemudian, Pangkajene dan Kepulauan 34,2 persen stunting.
Dari kedua daerah tersebut, permasalahan yang dialami sama sepertihalnya dengan Kabupaten Jeneponto, yakni masalah intervensi sensitif, intervensi spesifik, dan anggaran. Namun, yang menjadi pembeda, masih banyaknya wilayah di dua daerah itu yang mengalami kurangnya sarana prasarana dan kondisi geografis yang menyebabkan banyak daerah yang terpencil.
“Geser Sedikit Mati”
Wakil Bupati Kepulauan Selayar Saiful Arif menyebut wilayahnya memiliki 130 pulau. Kondisi ini menjadi tantangan berat untuk membangun. Termasuk banyak blank spot sinyal telekomunikasi.
“Di wilayah kami biasa terjadi GSM alias geser sedikit mati,” katanya disambut tawa hadirin.
Muhadjir meminta setiap kepala daerah di Provinsi Sulawesi Selatan untuk bisa mengebut. Daerah yang angka prevalensi stuntingnya masih tinggi di atas 30 persen masih harus bekerja keras.
"Oleh karena itu mohon betul-betul dimanfaatkan sumber dana sumber daya manusia yang ada di masing-masing kabupaten untuk melakukan pembenahan," jelasnya.
Menko PMK menerangkan, anggaran dana desa yang sudah ada di tiap desa bisa dimaksimalkan. Karena sudah jelas prioritasnya, yakni untuk penanganan stunting, kemiskinan ekstrem, dan ketahanan pangan.
Untuk pemenuhan sarana prasarana penanganan stunting seperti USG dan antropometri, Muhadjir meminta supaya kepala daerah segera mengusulkan langsung kepada Kementerian Kesehatan. Presiden sudah memerintahkan agar 100 persen puskesmas memiliki USG. Agar pengukuran dan intervensi stunting lebih tepat dilakukan.
"Mohon diupayakan sehingga 100 persen wilayah kabupaten bisa di-cover dengan pelayanan pengukuran antropometri dan USG," ujarnya.
Kemudian, untuk pemenuhan air minum bersih, sanitasi, dan rumah layak huni bisa diajukan kepada Kementerian PUPR.
"Tiap daerah bisa mengusulkan Pansimas dan Sanimas (Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) kepada PUPR dan ditembuskan ke Kemenko PMK," ujarnya.
Lebih lanjut, untuk pemenuhan SDM, manko PMK meminta tiap daerag bisa melakukan pelatihan keterampilan tenaga kader kesehatan yang bisa bekerja sama dengan BKKBN Kemenkes APBD untuk menjadi tenaga pengukur yang tepat dan akurat. Kemudian untuk daerah yang masih kendala dalam hal akses dan termasuk blankspot, Menko PMK juga akan mengajukan ke kementerian teknis untuk bisa ditangani.
Termasuk juga untuk wilayah-wilayah blank spot, Menko PMK meminta mendata dengan detil. Agar bisa dikomunikasikan dengan Kemenkominfo untuk ditangani.
Menko PMK meminta seluruh unsur masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan bisa bahu membahu untuk bersama menuntaskan masalah stunting dan kemiskinan ekstrem.
"Keterlibatan swasta, organisasi sosial kemasyarakatan, kemudian juga ada program bapak asuh TNI Polri, ASN, juga keterlibatan dunia akademik dan dunia usaha. Dengan begitu, target 14 persen di Sulawesi Selatan mudah-mudahan bisa terpenuhi," jelas Muhadjir Effendy.
Sebagai informasi, kegiatan diikuti oleh Sekda Prov Sulsel Andi Aslam Patonangi, Sekda Kab. Jeneponto Muhammad Arifin Nur, Wakil Bupati Kab. Tana Toraja Zadrak Tombeg, Bupati Kab Pangkajene Kepulauan Muhammad Yusran Lalogau, Wakil Bupati Kab Toraja Utara Frederik Victor Palimbong, Bupati Kab. Gowa Adnan Purichta Ichsan, Pj Bupati Kab. Takalar Setiawan Aswad, Wakil Bupati Kab. Selayar Saiful Arif, Wakil Bupati Kab. Maros Suhartina Bohari,
Bupati Kab. Luwu Utara Indah Putri Indriani, serta perwakilan dari Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Kemendagri.