Tuntutan lain yang juga diajukan oleh PRRI juga terkait dengan masalah otonomi daerah karena pemerintah pusat dianggap tidak adil kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan.
Selama kondisi tersebut diketahui korban jiwa yang jatuh sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 orang mengalami luka-luka, dan 8.072 orang menjadi tawanan.
Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI.
Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) adalah gerakan militer yang dideklarasikan oleh Pemimpin Militer Indonesia Timur pada 1957.
Pemimpin dari gerakan ini adalah Kolonel Ventje Sumual yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia.
Baca Juga: Ringkasan Film G30S PKI, Apa yang Ditampilkan dan Deskripsi Film
Sama halnya dengan pemberontakan PRRI, pemberontakan ini juga dilatarbelakangi oleh kekecewaan akan kebijakan pemerintah pusat yang dianggap melakukan Pulau Jawa secara istimewa dibandingkan dengan daerah lain.
Bermula dari permintaan Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Pettarani kepada perdana Menteri Ali Sastroamijoyo dan Mendagri R. Sunarjo pada 1957. Permintaan itu adalah untuk mengupayakan otonomi yang lebih besar khususnya di Indonesia Timur, termasuk pembagian pendapatan pemerintah yang lebih banyak untuk proyek pembangunan di daerah.
Isi Piagam Permesta yaitu:
"Pertama-tama dengan mejakinkan seluruh pimpinan dan lapisan masjarakat, bahwa kita tidak melepaskan diri dari Republik Indonesia dan semata-mata diperjuangkan untuk perbaikan nasib rakyat Indonesia dan penyelesaian bengkalai revolusi Nasional."
Dalam mengatasi pemberontakan Permesta, pemerintah memulai dengan mengupayakan perundingan untuk mengakhiri pemberontakan.
Pada Oktober 1961, akhirnya seluruh wilayah yang dikuasai oleh pasukan Permesta berhasil kembali di Republik Indonesia melalui operasi TNI.
Berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.