Akibat kritiknya tersebut, Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Pulau Bangka. Ditambah, kawan seperjuangannya, Douwes Dekker juga dibuang ke Kupang, sementara dr. Cipto Mangunkusumo ke Pulau Banda.
Suatu hari, mereka mengajukan usulan kepada pihak Belanda agar bisa diasingkan ke Belanda untuk dapat belajar lebih banyak hal, daripada tinggal di tempat yang terpencil.
Pada akhirnya, pada Agustus tahun 1913, permintaan mereka disetujui.
Baca Juga: Biografi Cut Nyak Dien, Pahlawan Nasional Perempuan dari Aceh
Pendirian Taman Siswa
Kesempatan diasingkan ke Belanda tentu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Meskipun berkiprah di dunia jurnalisme dan organisasi, jiwa KHD sebagai seorang pendidik selalu ada dalam dirinya.
Di Belanda, Ki Hajar Dewantara mendalami masalah pendidikan dan pengajaran hingga mendapat ijazah bergengsi.
Ia kembali pada 1918 dan fokus membangun pendidikan masyarakat Indonesia agar mampu meraih kemerdekaan.
Jiwa mengajar KHD kemudian direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Tamansiswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa) pada 3 Juli 1922, yang bertujuan untuk mendidik masyarakat bumiputra.
Menurut situs SMP Negeri 1 Seikanan, setelah mendirikan Tamansiswa, ia mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara pada 23 Februari 1928.
Dalam perkembangannya, Tamansiswa semakin maju dan Ki Hadjar Dewantara dianggap sebagai pelopor pendidikan di Indonesia.
Hal ini kemudian membawanya menduduki jabatan Menteri Pendidikan pada awal masa kemerdekaan dan juga sebagai anggota DPR dalam pemerintahan RIS pada tahun 1949 hingga 1950.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Ki Hajar Dewantara, Pahlawan dengan Julukan Bapak Pendidikan Indonesia
Demikian tadi informasi mengenai biografi Ki Hajar Dewantara. Semoga bermanfaat!
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.