Alasan pemilihan Soekarno dan Hatta adalah karena kedua tokoh ini telah diakui sebagai pemimpin rakyat Indonesia. Usulan ini pun disetujui oleh para peserta yang datang.
Soekarno kemudian meminta Sayuti Melik untuk mengetik teks proklamasi yang sudah disusun bersama. Ditemani BM Diah, Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi di ruang bawah dekat dapur rumah Laksamana Maeda.
Dalam proses pengetikan, Sayuti Melik mengubah tiga kata di dalamnya teks proklamasi yang telah disusun sebelumnya.
Kata tersebut adalah kata 'tempoh' diganti menjadi 'tempo, 'wakil-wakil bangsa Indonesia' diubah menjadi 'atas nama bangsa Indonesia', dan pengubahan tulisan bulan dan hari.
Setelah Kemerdekaan
Meski memiliki peran besar pada proses Kemerdekaan Indonesia dengan menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), nyatanya Sayuti Melik tetap merasa belum merdeka.
Atas perintah Amir Sjarifuddin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Sayuti Melik ditangkap dengan tuduhan terlibat dengan kasus makar yang pertama kali terjadi di Indonesia pada tanggal 3 Juli 1946.
Akan tetapi, ia terbukti bersalah. Oleh karena itu, ia dibebaskan dari dakwaan itu dan kembali turut melawan Belanda yang pada waktu itu ingin kembali berkuasa di Indonesia.
Namun, pada tahun 1948, Sayuti kembali ditangkap Belanda. Sayuti Melik ditahan di Ambarawa dan baru dibebaskan di tahun 1950 ketika penyerahan kedaulatan dilakukan.
Saat masa orde baru tepatnya di masa pemerintahan Soeharto, Sayuti Melik bergabung dengan Golkar. Selain itu, pada tahun 1971 dan 1977 diketahui bahwa ia sempat menduduki kursi anggota MPR/DPR.
Sayuti Melik meninggal dunia pada 27 Februari 1989 di Jakarta di usia 80 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
Baca Juga: 5 Contoh Penerapan Makna Proklamasi saat Upacara Bendera
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.