Palembang, Sonora.ID – Dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh setiap tanggal 3 Mei, beberapa elemen jurnalis dan organisasi masyarakat mengadakan aksi simpatik menyalakan 1000 lilin di simpang 5 DPRD Sumsel.
Kegiatan ini dihadiri 50 orang yang terdiri dari LPM, Walhi, PWI, JTI, Pewarta foto, PSI serta beberapa organisasi kemasyarakatan dan element jurnalis yang ada di kota Palembang.
Ketua AJI Palembang, Fajar Wiko kepada sonora (3/05/2023) menuturkan bahwa aksi simpatik ini adalah symbol redupnya penegakan hukum terhadap jurnalis, juga maraknya kekerasan terhadap jurnalis bukan di Palembang saja tapi diseluruh indonesia.
“Aksi simpatik pukul 18:30 di simpang lima DPRD Sumsel. Akan dinyalakan lilin symbol redupnya penegakan hukum terhadap jurnalis, juga maraknya kekerasan terhadap jurnalis bukan di Palembang saja tapi diseluruh Indonesia. Diharapkan kasus-kasus itu bisa turun symbol Palembang untuk indonesia,” ujarnya.
Fajar mengatakan AJI meluncurkan website pengaduan langsung bagi jurnalis yang ingin mengadukan persoalan terkait kekerasan dan sebagainya, sejak dibuka sebelum Idul Fitir hingga sekarang belum ada laporan langsung tapi mendengar ada beberapa kasus terkait THR yang tidak diterima jurnalis juga permasalahan lain yang diterima jurnalis.
Baca Juga: Sakit Maag Akut, Selebgram Tersangka Penistaan Agama Batal Ditahan
“Bila jurnalis jauh dari kekerasan dan ancaman maka kesejahteraan jurnalis akan meningkat. Semoga penegak hukum, instansi terkait mendengar seruan kami. Jurnalis bekerja berdasarkan undang-undang. Jurnalis butuh perlindungan. Pemerintah harus mamahami ini sebab tanpa pers bangsa kita akan rugi. Semoga jurnalis bisa bebas menyampaikan berita dan informasi kepada masyarakat tanpa ancaman, semoga kesejahteraan jurnalis meningkat,” tutupnya.
Sementara itu, Kabid Advokasi dan Ketenagakaerjaan, Sinta Dwi Anggraini menuturkan, AJl Indonesia mencatat jurnalis di Indonesia berada dalam situasi belum aman bekerja sepanjang 2022.
"Hal itu dapat kita lihat dengan meningkatnya kasus kekerasan, terbitnya berbagai undang-undang yang membahayakan keamanan jurnalis, serta melemahnya keamanan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan, " terang dia.
Dari tingkat kekerasan, sepanjang 2022 terjadi 61 kasus yang menyerang 97 orang jurnalis dan pekerja media serta 14 organisasi media.Jumlah kasus ini meningkat dari tahun 2021 yang mencapai 43 kasus.
Jenis serangan meliputi kekerasan digital (15 kasus), kekerasan fisik dan perusakan alat kerja (20 kasus), kekerasan verbal (10 kasus), kekerasan berbasis gender (3 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus) serta penyensoran (8 kasus).
Sebagian besar pelaku kekerasan yakni sebanyak 24 kasus melibatkan aktor negara yang terdiri dari: polisi (15 kasus), aparat pemerintah (7 kasus) dan TNI (2 kasus).
Sedangkan aktor non-negara sebanyak 20 kasus yang melibatkan ormas (4 kasus), partai politik (1 kasus), perusahaan (6 kasus) dan warga (9 kasus). Sisanya,17 kasus belum teridentifikasi pelakunya.
"Meningkatnya serangan itu, kita dapat lihat diikuti dengan adanya undang-undang dan regulasi yang memuat pasal-pasal yang menambah ancaman terhadap keamanan jurnalis, " tambahnya.