Sonora.ID - Indonesia menjadi negara yang diincar karena sumber kekayaannya yang banyak dan subur.
Tidak heran jika hal itu menjadi latar belakang VOC didirikan. Sistem tanam paksa ini langsung diawasi oleh pegawai Hindia Belanda.
Namun, banyak sekali terjadi penyimpangan yang memberikan sejumlah dampak negatif untuk rakyat.
Sistem tanam paksa adalah gabungan dari aturan kewajiban menanam tanaman ekspor yang kemudian harus diserahkan ke VOC (contingenteringen) dengan sistem sewa tanah atau pajak tanah (landelijk stelsel) yang pernah dicetuskan oleh Thomas Stamford Raffles.
Tanam paksa mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, dan kakao.
Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan Teori Brahmana dalam Kebudayaan Hindia-Belanda
Cara kerja tanam paksa, lahan desa yang ditanami tebu, kopi, dan kakao sebagai komoditi ekspor tidak akan dikenai pajak.
Dampak Negatif Sistem Tanam Paksa Terhadap Rakyat
Pertama, dampak negatif tanam paksa adalah sawah dan ladang milik rakyat menjadi terbengkalai dan tidak menghasilkan panen yang bagus.
Kedua, beban hidup rakyat semakin berat. Terlebih karena mereka harus menyerahkan sebagian dari tanah milik dan hasil panen. Rakyat juga turut menanggung risiko jika terjadi kegagalan panen.
Selanjutnya, dampak ketiga yang dirasakan oleh rakyat adalah mengalami tekanan fisik dan mental. Mereka tidak bisa mencari nafkah dan tingkat kemiskinan semakin tinggi. Dampak terakhir yang dirasakan oleh rakyat adalah muncul wajah penyakit sehingga jumlah penduduk menurun.
Dampak Positif Bagi Rakyat
Meski banyak dampak negatif yang dirasakan oleh rakyat Indonesia, sistem tanam paksa ini ternyata memberikan beberapa manfaat.
Salah satunya adalah masyarakat menjadi tahu dan mengenal berbagai teknik dalam menanam jenis tanaman baru. Mereka mulai mengenal jenis tanaman yang memiliki potensi ekspor dan menghasilkan keuntungan.