Faktor Lain
Selain kedua faktor itu, beberapa faktor lain yang memengaruhi perluasan makna dan menentukan masa depan makna ideologi antara lain perang antara Rusia dan Ukraina yang memicu perlombaan senjata dunia, hegemoni China atas kekuatan keuangannya, peningkatan penganut atheis yang terjadi di beberapa negara Arab dalam satu dekade ini, dan juga ledakan penduduk dunia pada tahun 2050.
Menurut Putut Prabantoro, populasi dunia akan mendekati 10 miliar orang pada tahun 2050. Ledakan penduduk ini akan memicu krisis hebat pangan, air dan energi seluruh dunia.
Sebagai akibatnya, terjadi pencarian atau bahkan perebutan sumber pangan, air dan energi yang tanda-tandanya telah dimulai sejak sekarang.
Ini masalah keberlangsung hidup suatu bangsa dari sebuah negara. Indonesia yang dikenal dengan tiga kekayaan itu akan menjadi destinasi dari negara hegemoni yang mencari sumber pangan, air dan energi bagi bangsanya. Apakah Indonesia akan bertahan?
Ideologi juga akan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informatika, internet of things (IOT) dan artificial intelligence (AI).
Baca Juga: Tujuan Pendidikan Pancasila Bagi Usia Dini Hingga Perguruan Tinggi
Putut Prabantoro mempertanyakan, apakah artificial intelligence memerlukan ideologi? Jika sebagaian dunia diganti oleh artificial intelligence yang tidak membutuhkan ideologi, lalu nilai-nilai luhur, keyakinan, kepercayaan, budaya, apakah akan dibuang atau ikut ditanamkan sesuai dengan ideologi si pembuatnya?
Atau ditanam sesuai dengan kepentingan si pembuatnya tanpa peduli dengan ideologi? Apakah ini berarti ideologi akan menghilang seiring dengan berkembangnya artificial intelligence?
Untuk menghadapi perbagai ancaman yang gejalanya sekarang sudah nampak sekarang, ideologi tidak cukup hanya bernilai filosofis. Ideologi harus bernilai praksis dan pragmatis.
Ideologi harus diwujudkan sebagai perisai bagi negara dan bangsa dalam menghadapi perubahan dan ancaman. Hal ini mengingat ancaman yang dihadapi oleh sebuah negara sifatnya juga praksis dan pragmatis tanpa mau mempertimbangkan ideologi dari sebuah negara.
"Ideologi tidak cukup menjadi nilai luhur secara philosophis. Di dunia nyata, ideologi harus berwujud, terlihat dan harus dapat disentuh. Mengingat dahsyatnya ancaman yang dihadapi sebuah negara terkait dengan keberlangsungan hidupnya di masa depan, ideologi harus mengikat seluruh nilai-nilai luhur dan keyakinan menjadi kekuatan yang berwujud. Atau dengan kata lain, ideologi harus menjadi roh dan sekaligus kekuatan atau senjata nyata pada saat yang sama,” pungkas Putut Prabantoro.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.