Buku yang terdiri dari sepuluh bab ini ditulis oleh Supriyanto, Prita Wulandari, dan Rosy Ardryani. Supriyanto menceritakan dirinya mengenal sosok Mastini Hardjoprakoso sebagai pemimpin proyek persiapan pendirian Perpusnas.
Selama hampir 20 tahun bekerja sebagai anak buah dan murid Mastini, dia secara teratur mendengarkan, memperhatikan, dan membaca dokumen arsip yang mendukung perjalanan Perpusnas.
"Ibu Mastini sosok yang unik dan langka. Di tahun 1970 banyak yang menyarankan beliau dipertimbangan untuk bisa mengikuti pendidikan setara S2 di Universitas Hawaii. Dia bisa mengikuti dengan baik bahkan menghasilkan kertas kerja, salah satunya berjudul The Need of National Library of Indonesia," jelasnya.
Praktisi perpustakaan Harkrisyati Kamil mengenal Mastini Hardjoprakoso bukan hanya sebagai tokoh perpustakaan, tetapi juga sebagai pandu sejati dalam kegiatan kepramukaan.
Harkrisyati mencatat meski Mastini berasal dari kalangan ningrat, tetapi memiliki sikap yang merakyat. Dia memuji pengaruh ayah Mastini dalam menanamkan nilai-nilai baik, termasuk menghindari keserakahan.
"Saya berharap buku ini dapat membantu memahami peran penting perpustakaan dan pustakawan dalam masyarakat," harapnya.
Acara ini juga dirangkaikan dengan penandatanganan Kerja Sama antara Perpusnas dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, serta Perpusnas dan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Selain itu, dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman antara Perpusnas dan sepuluh perguruan tinggi dan Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia.
Yakni Universitas Indo Global Mandiri (UIGM), Akademi Bakti Kemanusiaan PMI, Politeknik Negeri Bali, Universitas Muhammadiyah Bandung, Institut Agama Islam Yasni Muara Bungo, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Institut Teknologi dan Bisnis Indobaru Nasional, STIKES RSPAD Gatot Subroto, serta IAIN Syekh Nurjati Cirebon.