Tak puas belajar fisika di universitas ternama tersebut, ia kemudian pindah lagi ke Universitas Gottingen yang merupakan pusat fisika teori termasyhur di dunia di bawah bbimbingan Max Born.
Ia berhasil mendapatkan gelar doktor di usia 23 tahun.
Menjadi Fisikawan muda, Oppenheimer juga termasuk salah satu tokoh-tokoh ilmiah yang memajukan teori kuantum dan meramalkan segala sesuatu mulai dari neutron hingga lubang hitam.
Selain ilmu fisika atau sains, Oppenheimer juga suka belajar hal lain seperti bahasa Sansekerta hingga belajar agama.
Bergabung dalam proyek Manhattan
Setelah Amerika Serikat bergabung dengan Sekutu pada tahun 1941, Oppenheimer diminta untuk berpartisipasi dalam Proyek Manhattan yang bersifat sangat rahasia karena bertujuan untuk mengembangkan bom atom.
Oppenheimer berusaha mencari tahu tentang apa yang memicu dan mempertahankan jenis reaksi berantai neutron yang diperlukan untuk menciptakan ledakan nuklir.
Atasan Oppenheimer terkesan dengan pengetahuan, ambisi, dan kemampuannya yang luas untuk bekerja dan menginspirasi ilmuwan lain.
Pada 1942, Angkatan Darat AS meminta Oppenheimer untuk mengepalai laboratorium rahasia tempat bom akan diuji. Lokasinya berada di Sekolah Peternakan Los Alamos, sebuah sekolah swasta laki-laki di dekat Santa Fe.
Pada 16 Juli 1945, Oppenheimer dan yang lainnya berkumpul di lokasi uji coba Trinity di selatan Los Alamos untuk percobaan ledakan nuklir pertama di dunia.
Setelah melihat hasil ledakan bom buatannya, Oppenheimer tampaknya menyesali temuannya.
Baca Juga: Robert Downey Jr. dan Matt Damon akan Bergabung ke Film Christoper Nolan 'Oppenheimer'
Itu adalah saat yang menegangkan, para ilmuwan tahu bahwa bom yang mereka juluki "Gadget" akan membentuk masa depan dunia, sekaligus mengakhiri Perang Dunia II.
Meskipun perang di Eropa telah berakhir, para pejabat AS khawatir fase paling berdarah perang masih ada di depan mereka yakni serangan terhadap Jepang.
Dengan harapan, AS bisa memaksa Jepang untuk menyerah dengan mengancam akan menggunakan senjata baru.
Pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945, AS menjatuhkan dua bom yang dikembangkan Oppenheimer di Hiroshima dan Nagasaki.
Sedikitnya 110.000 orang tewas dalam ledakan itu, dan melenyapkan kedua kota dalam skala kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya atau sesudahnya.
Ketika saat itu terjadi, Oppenheimer menyesali temuannya. Dia menyarankan supaya benda tersebut digunakan untuk tujuan perdamaian.
Keputusannya membuat pemerintah mempertanyakan loyalitas Oppenheimer. Jabatannya sebagai penasihat pemerintah bidang pertahanan pun dilepas.
Seperti yang kemudian diceritakan Oppenheimer dalam sebuah wawancara tahun 1965, momen itu mengingatkannya akan sebaris kalimat dari Bhagavad Gita Hindu:
"Wisnu sedang mencoba meyakinkan sang pangeran bahwa dia harus melakukan tugasnya, dan untuk membuatnya terkesan, mengambil wujud multi-senjatanya. dan berkata 'Sekarang aku menjadi Kematian, penghancur dunia.' Kurasa kita semua berpikir demikian, dengan satu atau lain cara.”
Setelah Perang Dunia II, Oppenheimer tetap aktif dalam bidang fisika dan terpilih menjadi Ketua Komisi Energi Atom AS.
Dia tetap menolak dengan keras pengembangan bom hidrogen. Oleh karena itu, Oppenheimer mendapat banyak musuh yang kuat.
Bahkan pada 1954 Atomic Energy Commission menyatakannya sebagai "orang yang harus diamankan".
Baca Juga: Cillian Murphy Resmi Berperan di Film Christoper Nolan Mendatang 'Oppenheimer'
Robert Oppenheimer meninggal pada tanggal 18 Februari 1967, pada usia 62 tahun karena penyakit kanker tenggorokan.
Oppenheimer dikatakan telah menjadi perokok berat sejak masa mudanya, sebuah kebiasaan yang menyebabkan serangan tuberkulosis dan kemungkinan besar memicu diagnosis kanker tenggorokan pada akhir 1965.
Terlepas dari kemajuan ilmu kedokteran selama masa hidupnya, tahun 60-an tidak menawarkan banyak perawatan yang efektif untuk bentuk kanker yang agresif, terutama pada stadium lanjut.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.