"Kekeringan, kekurangan ketersediaan air dan penurunan produktivitas menjadi kendala yang harus diselesaikan," imbuh Puji.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama BRIN Fahmuddin Agus, mengatakan, minyak sawit adalah produk serba guna. Bisa digunakan sebagai cooking oil, makanan, kosmetik dan biofuel.
"Lebih dari separuh populasi dunia menggunakan minyak sawit. Produktivitas minyak sawit di Indonesia sekitar 3 ton per tahun, 4 kali jika dibandingkan dengan minyak matahari apalagi kalau dibandingkan dengan minyak lainnya. Kelapa sawit mulai berproduksi umur 3 tahun sampai umur 25 tahun, dapat dipanen 15 hari sekali pada tingkat petani kecil dan sekitar 10 hari sekali untuk pertanian besar," ungkap Fahmuddin
Dia juga menyebut, peningkatan produksi minyak sawit didominasi oleh perluasan areal, beberapa di antaranya dengan mengorbankan lahan karbon tinggi dan keanekaragaman hayati tinggi.
"Menutup kesenjangan hasil melalui intensifikasi berkelanjutan, tidak hanya akan meningkatkan profitabilitas, tetapi juga akan mengurangi ancaman terhadap lingkungan. Pengurangan emisi semakin penting karena dibutuhkan oleh pasar internasional," sebutnya.
Dirinya menambahkan, kesenjangan hasil panen yang besar yang dapat dieksploitasi di perkebunan saat ini, dengan kesenjangan yang lebih besar di pertanian petani kecil. Hal ini adalah bukti kuat defisiensi unsur hara pada perkebunan rakyat
"Praktik manajemen yang lebih baik secara efektif meningkatkan hasil lebih dari 35% setelah dua tahun penerapan dan, pada saat yang sama, mengurangi intensitas emisi. Peluang bagi Indonesia dan negara lain untuk merekonsiliasi tujuan ekonomi dan lingkungan yang bersaing dengan memproduksi lebih banyak di lahan pertanian yang ada," papar Fahmuddin.
Hal senada juga disampaikan oleh Hanif Fakhrurroja, Peneliti Ahli Madya dari PR Mekatronika Cerdas BRIN, bahwa sebagai negara agraria, Indonesia berada pada peringkat ke 65 di dunia dengan nilai 59,5 di bawah Thailand dan Vietnam.
"Berdasarkan penelitian, ada beberapa problematika pertanian di Indonesia, yaitu budaya, petani berusia tua, lahan terbatas, orientasi produksi bukan pasar, tidak ada sistem data real time, benih bermutu terbatas, infrastruktur pendukung lemah, dan minim teknologi. Sehingga dampaknya mengandalkan rutinitas seperti biasa, ini yang terjadi di pertanian tradisional lain halnya di pertanian industri atau di perkebunan yang cukup besar," terang Hanif.
Solusi untuk masalah tersebut diantaranya pertama dengan mengembangkan teknologi produktif, melakukan manajemen modern, orientasi pasar lokal dan global dan SDM yang kompeten. Kedua peran internet of thing untuk menciptakan Smart Farming.
Hanif membeberkan tipikal komponen platform penginderaan jauh berbasis UAV untuk pertanian kelapa sawit yang presisi yaitu dengan drone berbasis remote sensing.
Di akhir, Kepala PRHP BRIN Dwinita Wikan Utami, menyampaikan peluang pemanfaatan Best Management Practices untuk perkebunan besar dan plasma, dan pemanfaatan teknologi digital dan robotika untuk beberapa tujuan target seperti pemetaan kondisi hamparan kebun sawit.
Manfaat yang akan diperoleh dari acara ini meningkatnya kapasitas SDM periset BRIN khususnya lingkup PRHP dalam menciptakan peluang riset dan inovasi di bidang yang terkait dengan pembangunan industri kelapa sawit yang efisien, rendah emisi, adaptif terhadap perubahan iklim, meningkatkan serapan karbon, sekaligus mampu berproduktivitas tinggi.
Kerjasama riset dengan perusahaan dan lembaga internasional bisa terdorong lebih konkret untuk kemajuan pembangunan Indonesia.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News