Palembang, Sonora.ID - Mantan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI Sumsel, Hendri Zainuddin, sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi namun tidak ditahan. Banyak masyarakat yang mungkin awam dengan ilmu hukum bertanya-tanya kenapa tidak ditahan padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Pakar Hukum Sumsel, Firman Freaddy Busroh kepada sonora (08/09/2023) menjelaskan bahwa apabila merujuk kepada pasal 21 ayat 2 KUHAP (kitab undang undang hukum acara pidana), di situ syarat penahanan itu ada dua, ada syarat objektif dan syarat subjektif. kalau syarat objektif itu terkait dengan tindak pidana yang dikenakan, kalau diancam di atas 5 tahun penjara.
Kalau secara subjektif ada tiga syarat, yang pertama bahwa tersangka itu tidak ditahan karena dia kooperatif. Kemudian dia tidak akan menghilangkan barang bukti dan kemudian tidak akan mengulangi perbuatannya. kembali khusus kepada persoalan yang saat ini menjerat bapak mantan Ketua KONI Sumsel Hendri Zainudin mengapa tidak ditahan dipandang dari perspektif penerapan unsur unsur pidananya.
“Ini yang kemudian nanti akan terungkap apakah peran dari pada pak hendri Zainuddin ini sebagai dokter atau pelaku atau yang memang turut serta atau madder atau yang hanya sekedar mengetahui. Nah ini yang kemudian nanti akan diungkap dalam fakta persidangan, kita akan bisa melihat apa peranan Hendri Zainudin ini, apakah dia memang mengatur atau ya dalam kata mungkin dia karena ketidaktahuan akhirnya dia terseret-seret, terbawa bawa oleh kasus ini. Ini yang kita bisa belum ketahui karena fakta persidangan belum dimulai. Jadi kalau terkait dengan alasan jaksa tidak melakukan penahanan terhadap hendri Zainuddin itu memang sudah ada diatur di dalam pasal 21 ayat 4 kuhap,” ujarnya.
Baca Juga: Kondisi Udara Buruk Hingga Sebabkan Kasus ISPA Meningkat, Ini Himbauan Dinkes Palembang
Terkait Hendri Zainudin pernah mangkir dari pemanggilan jaksa namun tetap tidak ditahan, Freaddy mengatakan apabila mangkir tanpa alasan baru bisa dikategorikan menghindar atau melawan hukum tapi kalau mangkir dan memang disertai alasan yang jelas seperti tugas maka tidak terkategori dengan mangkir atau melawan aparat. Kita perlu mencermati kasus apakah ketidakhadiran pada saat pemeriksaan itu memang disurvei dengan alasan yang jelas atau tegas sebagaimana diatur di dalam kuhap.
Perihal kasus ini ditangani oleh kejaksaan dan bukan kepolisian, Fready menjelaskan bahwa pihak kejaksaan memang punya kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana khusus dalam hal ini korupsi.
“Nah pada beberapa Minggu sebelumnya sudah ditetapkan tersangka lain SR dan AT terkait dengan itu dan memang langsung diterapkan penahanan dikarenakan telah memenuhi unsur unsur pidananya. Nah, terkait mengenai yang saya baca ya di media bahwa pihak kejaksaan tidak menahan Hendri Zaiunudin karena dia kooperatif menurut dari statement daripada kejati. Nah tentunya saya juga memandang kemungkinan bahwa peran peranan pelaku ataupun perbuatan pelaku yang mendesign ini bisa saja tidak menjadi suatu pelaku yang utama di sini. Apakah dia memang hanya sekedar mengetahui, Makanya ini nanti yang akan dibuka di fakta persidangan sebatas mana peranan daripada Hendri Zainuddin ini apakah dia memang mengetahui aliran dana hibah tersebut? Ya, ataupun memang mengetahui tindak pidana korupsinya atau dia karena kecerobohan karena kelalaian sehingga terjadilah kerugian negara. Nah, di sini yang memang kita masih belum bisa mengomentari lebih jauh karena yang disampaikan oleh pihak kejaksaan selaku penyidik itu masih menjadi rahasia,” bebernya.
Apakah dalam pemeriksaan selanjutnya Hendri Zainudin bisa ditahan?
“Ya tidak menutup kemungkinan akan ditahan berikutnya. Jadi kalau untuk saat ini kan kalau kita dengar dari pemberitaan bahwa kejaksaan itu memang punya kewenangan untuk tidak melakukan penahanan. Berdasarkan pasal 21 kuhap tadi dengan alasan subjektif ya bahwa karena kooperatif, tapi tidak menutup kemungkinan kalau ternyata misalnya nanti peran peran daripada Hendri Zainudin ini bisa ditingkatkan, mungkin tidak hanya sekedar mungkin mengetahui atau mungkin bisa menjadi orang yang menyuruh ataupun menjadi pelaku di situ turut serta. Nah, inilah pemenuhan unsur unsur pelaku pidana ini sebagaimana diatur di dalam KUHP kita. ini yang harus digali lebih dalam oleh pihak penyidik dalam hal ini kejaksaan,” ujarnya.
Perihal oknum Paspampres yang menganiaya warga Aceh, Fready berkomentar bahwa kasus pembunuhan berencana bisa sangat berat hukumannya apalagi pelakunya anggota militer. Tidak hanya undang-undang HAM saja yang dikenakan tapi juga undang-undang militer. Anggota TNI akan menjalani hukuman pidana militer dan ancamannya berat bisa 20 tahun penjara bahkan bisa sampai seumur hidup.
“Paling terberat adalah hukuman mati, bila terbukti dilakukan secara terencana dan teroganisir apalagi dilakukan oleh anggota TNI aktif. auditor militer akan menuntut pelaku tersebut,” tutupnya.
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News