“Hal itu diperparah lagi dengan beberapa saluran air yang merupakan infrstruktur lama yang sudah rapuh sehingga mengakibatkan air banyak hilang dari sumber menuju target sawah yang harus diairi, khususnya sawah-sawah di ujung (irrigated area)”, jelasnya.
Namun demikian, sawah-sawah yang dekat dengan waduk besar tanamannya masih diselamatkan.
Oleh karena itu, perlu dicari sumber air baru untuk mengatasi dampak kekeringan ini.
Program “Pompanisasi” khusus untuk sawah yang letaknya lebih tinggi dari sumber air sangat tepat dilakukan.
Berikutnya adalah pemanfaatan potensi air tanah, tetapi harus dilakukan dengan bijak karena dapat mengancam ketersediaan air untuk keperluan domestic masyarakat.
Baca Juga: Wonogiri Kekurangan Damkar, DPRD Himbau Warga Tekan Potensi Kebakaran
Solusi lain adalah dengan memperbanyak embung meskipun hal ini akan berdampak terhadap berkurangnya lahan pertanian untuk pembangunannya.
Berkaca dengan Pembangunan embung di Taiwan, lahan yang diperlukan minimal 10 hektar di dekat lahan pertanian.
Menyinggung dampak kekeringan di perkotaan, Budi menawarkan pipanisasi sebagai solusi dari sumber air baku utama menuju ke rumah-rumah warga seperti yang sudah dilakukan oleh perusahaan air minum.
“Namun, pipanisasi membutuhkan investasi yang besar terutama untuk Pembangunan infrastrukturnya jika langsung mengambil air langsung dari sumber utama”, jelas Budi Kartiwa. ‘