Menurutnya, AI akan menghasilkan pemimpin masa depan yang bisa memanfaatkan AI dengan bijak dan etis. Juga bisa membentuk pemimpin yang memiliki kemampuan identifikasi masalah dan solusi inovatif dengan mengandalkan kekuatan AI.
“Perlu sinergi lebih kuat antara pemerintah, dunia usaha, dan dunia akademik (vokasi). Menariknya sejak 2022 Pak Arsjad Rasjid ditunjuk oleh Presiden sebagai bagian dari Tim Koordinasi Nasional Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi lewat (Perpres) No.68/2022. Ini langkah strategis meyiapkan sumber daya manusia terutama untuk wirausaha muda dan sosial dalam mengantisipasi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0," tuturnya.
Arsjad Rasyid melalui Kadin Indonesia telah melakukan pelatihan vokasi yang dikembangkan secara luas di berbagai kota, minat masyarakat untuk berwirausaha dapat terdorong. Sementara Ganjar Pranowo selama memimpin Jateng, telah mendirikan berbagai SMK dan Balai Latihan Kerja.
Di era digital seperti saat ini perlu mendorong dan mengakselerasi ekosistem usaha yang berbasiskan data dan ekonomi digital sehingga mampu menghasilakan pertumbuhan ekonomi yang berdampak bagi kesejahteraan masyarakat.
Kolaborasi dengan pemerintah, akademisi, juga berbagai komunitas masyarakat diperlukan untuk mengoptimalkan pelatihan vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja dan tantangan dunia industry di masa depan.
Tantangan bagi pemimpin kedepan juga menurut Fitria adalah bagaimana bonus demografi juga bisa memberdayakan perempuan Indonesia.
“Ada tantangan tersendiri bagi Pak Ganjar dan Pak Arsjad bagaimana memberdayakan perempuan, peran strategis perempuan dalam pertumbuhan ekonomi kita berkontribusi sebesar 60,51 persen Produk Domistik Bruto (PDB) dan mampu menyerap sebesar 96,92 persen tenaga kerja serta menyumbang 15,65 persen ekspor non migas. Jumlah UMKM kita itu 64,2 juta pelaku usaha, 37 jutanya dikelola perempuan," paparnya.
Fitria mencermati jika bonus demografi tidak dikelola secara bijak, kesenjangan gender bisa saja menyebabkan hilangnya pendapatan 30 persen dan kerugian rata-rata 17,5 persen bagi suatu negara dalam jangka panjang.
“Di ASEAN WOMEN CEO FORUM kemarin, data Fortune 500 menyebutkan hanya 5 persen posisi CEO yang ditempati perempuan, posisi manajemen hanya 24 persen, perempuan terkendala masalah sosial, hukum, budaya dan institusional. Perlu pengembangan dan pemberdayaan perempuan secara strategis khususnya untuk anak-anak muda secara merata dalam pembangunan ke depan," ungkap dia.