Sebut saja namanya Siti, dia adalah salah seorang siswa cerdas di kelasnya nilainya sangat bagus dan dia cukup aktif dalam bidang ektrakulikuler di sekolah sehingga di setiap kegiatan dia selalu mengikuti.
Sama hal nya seperti sekarang dia menjadi petugas pembawa bendera untuk upacara kemerdekaan nanti. Namun ada satu hal yang mengganjal di hati Siti sekarang.
Sepatu usangnya ternyata sudah tidak bisa layak pakai lagi karena keseringan berlatih tambalan di sisi kiri tengahnya sudah mulai terkoyak lagi. Namun hal tersebut tak menyurutkan Siti untuk mengikuti upacara tersebut.
Karena baginya menjadi pengibar bendera adalah sebuah kebanggaan untuk bisa di persembahkannya kepada orangtuanya. Selain banyak prestasinya yang lain namun Siti ingin di momen kemerdekaan tersebut dia bisa mempersembahkan sesuatu yang spesial untuk orang tuanya.
Di ujung gerbang sekolah seperti biasa sesebapak memperhatikan murid-murid yang sedang berlatih. Dan besok merupakan hari kemerdekaan 17 agustus dan artinya hari ini adalah hari terakhir untuk latihan.
Ada yang lain dari bapak di ujung gerbang dia tidak hanya memperhatikan tapi memanggil salah seorang dari murid-murid yang sedang berlatih dia melambaikan tangan pada Siti.
Dan ternyata bapak tersebut menjinjing sepatu untuk anaknya tersebut. Sang bapak yang hanya penarik becak ini mengumpulkan uang dari beberapa minggu yang lalu saat kami mulai melihatnya di ujung gerbang.
Baca Juga: 7 Cerpen tentang Keluarga, Menyentuh Hati dan Sangat Bermakna!
4. Cerita Pendek tentang Kemerdekaan IV
Lomba Makan Kerupuk
Di salah satu sekolah tepatnya di SD Harapan Bangsa, untuk memeriahkan acara hari kemerdekaan ada lomba makan kerupuk. Semua peserta berbondong-bondong untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Lomba ini merupakan lomba yang cukup diminati bagi anak karena caranya cukup mudah dan bisa makan enak tentunya kerupuk adalah sebuah makanan ringan yang cukup terkenal di Indonesia.
Ketika semua persiapan telah di mulai ada 10 gantungan kerupuk di setiap jajarannya. Setiap anak mulai memilih di bagian mana mereka ingin berdiri. Namun, ada salah satu anak yang cukup menjadi perhatian.
Dia bernama Nadia, dia merupakan seorang anak SD kelas satu. Dia memakai kursi untuk mengikuti lomba makan kerupuk tersebut. Sehingga sang guru pun bertanya.
Guru: "Mengapa Nadia membawa kursi, untuk apa?"
Nadia: "Kata Umi kalau makan itu tidak boleh berdiri kita harus duduk, selain sunnah itu juga merupakan perilaku yang baik dan sopan."
Guru pun mulai mengangguk-ngangguk mengucapkan terima kasih kepada Nadia telah mengingatkan kita semua. Hingga dari saat itu tidak lagi ada lomba kerupuk yang berdiri namun lomba makan kerupuknya sambil duduk.
5. Cerita Pendek tentang Kemerdekaan V
Lomba Membersihkan Kelas
Guru di SMP Pertiwi telah mengumumkan bahwa kegiatan untuk memeriahkan 17 agustus semua kelas akan melakukan lomba membersihkan kelas.
Ketika kelas VII dan kelas IX sibuk mempersiapkan dari jauh jauh hari yaitu dari tanggal 11 mereka sudah mulai mempersiapkan kelas mereka sedemikian rupa.
Namun ada satu kelas yaitu kelas VIII yang masih belum mempersiapkan apa-apa mereka begitu biasa saja ketika melihat yang lain sibuk. Budi merupakan ketua kelas dari kelas VIII tersebut.
Pada tanggal 13 agustus ada salah seorang teman Budi yaitu Arif mulai protes kepada Budi kenapa kelas kita tidak ikut lomba seperti kelas yang lain dan Budi pun menjawab.
Budi: "Kita membersihkannya nanti saja setelah dekat tanggalnya"
Arif : "Mengapa begitu? kita bisa kan memulainya dari sekarang"
Budi: "Karena aku gak mau tiap hari buang sampah padahal itu bukan hari piketku," dengan nada sedikit tinggi.
Arif dan teman-temannya yang lain pun mulai saling menatap sadar atas kesalahan masing-masing yang sering kali lupa membersihkan sampah di kelas ketika di hari piket.
Budi: "Bukan aku tak mau lomba seperti yang lain tapi aku ingin tidak hanya aku yang membersihkannya, meski aku sebagai ketua kelas tapi apa aku harus terus membersihkan tempat sampah," dengan nada mulai sedikit tenang
Teman-teman: "Maafkan kami, Budi kami sadar telah lalai dan tak akan mengulangi kesalahan kami, kami janji akan membuah sampah pada tempatnya dan piket di hari piket dengan benar.
Budi : "Maafkan aku juga yang selama ini diam tidak berani menegur kalian, baiklah kita mulai mengerjakan mulai besok dengan bergotong royong"
Teman-teman: "Baiklah," mereka akhirnya sibuk melakukan bebersih kelas secara gotong royong dan suka ria.
6. Cerita Pendek tentang Kemerdekaan VI
Sekali Merdeka, Tetap Merdeka!
17 Agustus tahun 45 itulah Hari Kemerdekaan kita.
Hari merdeka nusa dan bangsa.
Hari lahirnya bangsa Indonesia.
Semua anak-anak paduan suara bernyanyi dengan penuh sukacita dan penuh semangat. Kami kelas 4 di tugas untuk menjadi paduan suara di acara upacara kemerdekaan 17 Agustus yang ke 78 tahun.
Kami bangga menjadi paduan suara, suara gemuruh semangat kami mencerminkan diri kami yang cinta akan tanah air ini yaitu Indonesia. Setiap baitnya kami hayati.
"Makna kemerdekaan bagi kalian sebagai pelajar adalah mengisi kemerdekaan dengan hal yang bermanfaat untuk nusa dan bangsa menjadi siswa siswi yang berprestasi, berakhlak dan juga menjadi pelopor kemajuan bangsa."
Itulah kata-kata bu Afni yang selalu kami ingat wali kelas 4 kami. Beliau selalu memberikan semangat untuk siswa siswinya. Sehingga di hari upacara ini paduan suara kami begitu mantap dan sangat bersemangat hingga menyukseskan upacara Hari kemerdekaan.
7. Cerita Pendek tentang Kemerdekaan VII
Bendera Merah Putih yang Lusuh
Baca Juga: 5 Contoh Cerpen Bertema Pengalaman Pribadi yang Menarik dan Unik
Matahari sudah kembali terbit. Tapi entah mengapa, Pak Edward tak kunjung memasang bendera merah putih.
Aneh rasanya, padahal para tetangganya bahkan seluruh warga desa sudah menyilakan bendera merah putih untuk berkibar di depan halaman rumah. Sehari-hari Pak Edward memang sibuk. Sebagai seorang kurir, setiap saat ia harus pergi ke sana kemari demi mengantarkan paket dan kiriman yang sebelumnya dipesan oleh pembeli secara online
Tapi, ya, jangankan Pak Edward. Semua orang juga sibuk, kok. Dan rasanya siapa pun yang tinggal di Bumi Pertiwi tercinta akan tergerak untuk memasang bendera kebangsaan RI untuk menyambut momentum kemerdekaan. Tidak terkecuali, Pak Edward pasti lebih mengerti.
Kebetulan hari itu adalah hari Minggu. Pak Edward diberi libur kerja dan sekarang ia sedang santai bermain dengan anak semata wayangnya yang baru berusia 8 tahun.
Ya, anak beliau adalah seorang perempuan yang sedang duduk di kelas 3 SD, namanya Riska.
"Ayah, Ayah. Mengapa kok di halaman rumah kita tidak dipajang bendera merah putih? Kan sebentar lagi ada perayaan HUT ke-78 RI?"
"Tidak apa-apa, Nak. Para tetangga juga jarang bertamu. Tambah lagi dengan Ayah, tiap hari Ayah bepergian ke sana kemari. Sudah puas rasanya melihat kibaran bendera."
"Tapi Riska malu, Ayah! Masa teman-temanku bilang bahwa keluarga kita tidak mau mengenang jasa para pahlawan yang dulu berjuang melawan penjajah."
"Lho, Riska kan setiap hari Senin melaksanakan upacara, kemudian juga mengheningkan cipta. Semua itu dilakukan untuk mengenang jasa para pahlawan, kan? Cukup. Ayah mau beli cemilan sebentar."
Lagi-lagi Riska tidak puas dengan jawaban Pak Edward. Dirinya semakin bingung dan gelisah, entah apa alasan yang bakal ia katakan kepada guru maupun teman-temannya.
Lima belas menit berlalu, Pak Edward pun sudah tiba di rumah sembari membawa sebungkus gorengan. Ketika ingin menyapa Riska, tiba-tiba Sang Ayah terdiam di sudut pintu seraya meneteskan air mata.
Pak Edward tak kuasa mendengar kata demi kata yang dibacakan oleh Riska dengan suara lantang.
"Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segitiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat. Tertanda: Ir. Soekarno."
Ayah sekaligus kurir ini menyadari bahwa dirinya sudah menyombongkan diri, merasa telah berbuat baik, menganggap profesi kurir sebagai seseorang yang paling berjasa di Bumi Indonesia. Padahal, perjuangan para pahlawan dahulu sungguh penuh dengan darah.
Tanpa berpikir panjang, Pak Edward pun segera mencari bendera merah putih yang selama ini tersimpan di lemari. Bendera tersebut ternyata masih baru dan warnanya sangat cerah. Tapi sayang, karena tidak disilakan berkibar penampilannya jadi lusuh. Bukan lusuh warna benderanya, tapi hati Pak Edward.
Lusuhnya bendera bisa dibersihkan dengan cara dicuci, tapi lusuhnya hati siapa yang tahu. Butuh kerelaan untuk memahami, menghargai, merenungi, dan menghayati nilai-nilai kemerdekaan Indonesia. Salam Merdeka!
8. Cerita Pendek tentang Kemerdekaan VIII
Perjuangan di Kota Kecil Untuk Ibu Pertiwi
Di sebuah kota kecil yang terletak di pedalaman, terdapat sebuah komunitas masyarakat yang berjuang untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Tetapi, harus menghadapi banyak rintangan dan tantangan yang tidak gampang.
Komunitas ini terdiri dari sekelompok pemuda dan pemudi yang memiliki semangat tinggi untuk memperingati kemerdekaan negara mereka. Namun, mereka harus menghadapi keterbatasan sumber daya dan dukungan dari pemerintah setempat. Tidak ada dana yang cukup untuk mempersiapkan acara yang meriah dan memadai.
Namun, semangat mereka tidak goyah. Mereka bersatu dan bekerja keras untuk mengatasi segala rintangan yang ada. Dengan keterbatasan dana, mereka mengumpulkan sumbangan dari warga sekitar dan melakukan berbagai kegiatan penggalangan dana, seperti bazaar dan konser amal.
Tantangan lain yang mereka hadapi adalah kurangnya fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Tidak ada panggung atau lapangan yang cocok untuk menyelenggarakan acara perayaan. Namun, mereka tidak menyerah. Dengan kreativitas dan kerja keras, mereka menggunakan lapangan yang ada dan membangun panggung sederhana sendiri.
Selain itu, mereka juga harus menghadapi perbedaan pendapat dan perselisihan di dalam komunitas. Tidak semua anggota sepakat tentang bagaimana acara perayaan harus diselenggarakan. Namun, mereka belajar untuk mendengarkan satu sama lain, menghormati perbedaan, dan mencari solusi yang terbaik untuk semua pihak.
Meskipun menghadapi berbagai rintangan dan tantangan, pada akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba. Pada tanggal 17 Agustus, komunitas ini melaksanakan acara perayaan kemerdekaan dengan semangat dan kebanggaan. Meski sederhana, panggung yang mereka bangun dipenuhi dengan tarian, musik, dan penampilan seni yang memukau.
Warga sekitar datang untuk menyaksikan dan ikut merayakan. Meskipun acara tidak sebesar yang diharapkan, semangat persatuan dan kebersamaan begitu kuat terasa di udara. Mereka menyanyikan lagu-lagu patriotik, menceritakan kisah-kisah pahlawan, dan mengenang perjuangan yang telah dilakukan untuk mencapai kemerdekaan.
Pada akhirnya, meskipun penuh dengan rintangan dan tantangan, perayaan 17 Agustus ini menjadi momen yang berarti bagi komunitas ini. Mereka belajar untuk berjuang bersama-sama, mengatasi kesulitan, dan menghargai makna sebenarnya dari kemerdekaan. Semangat mereka tidak pernah padam, dan mereka berkomitmen untuk terus merayakan dan menjaga warisan perjuangan para pahlawan mereka.
Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.