"Peran-peran ini sudah kami mainkan dengan cukup baik dalam bentuk sosialisasi di penyelenggara pemilu, baik di KPU ataupun Bawaslu," jelasnya.
Saat ini, pihaknya tengah melaksanakan rapat koordinasi wilayah di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sumatra Utara. Hal itu menjadi langkah dan upaya DKPP secara berkelanjutan memberikan pendidikan etik kepada penyelenggara pemilu.
Lewat upaya tersebut, penyelenggara pemilu diharapkan tidak hanya siap melaksanakan tugas berdasarkan aturan hukum yang berlaku, tetapi juga menjaga etika dan perilaku dirinya sendiri.
"Sehingga tidak ada permasalahan yang terjadi diakibatkan oleh penyelenggara pemilu itu sendiri," ucapnya.
Pada 2023, DKPP menerima hampir 200 pengaduan yang telah disidangkan di Jakarta ataupun daerah.
Langkah tersebut menjadi bagian penting dari proses penyelenggaraan pemilu agar kasus
pelanggaran kode etik oleh penyeleggara pemilu dapat terselesaikan dengan baik.
Ia berharap angka kasus pelanggaran kode etik di Pemilu 2024 semakin menurun melalui pendidikan politik yang diberikan DKPP secara terus-menerus. Dengan begitu, masyarakat tetap menaruh kepercayaan kepada penyelenggara pemilu.
Perihal integritas dan netralitas perempuan sebagai penyelenggara Pemilu, Dewi merasa hal tersebut tak perlu diragukan lagi. Bahkan berdasarkan data pengaduan DKPP, persentase dugaan pelanggaran kode etik oleh perempuan sangat kecil.
Data tersebut dapat menjadi tolok ukur jika penyelenggara pemilu perempuan memiliki integritas dan netralitas yang kuat.
"Perempuan akan memiliki nilai yang lebih tinggi terkait dengan netralitas dan integritas ini dan itu sudah terbukti dari angka pengaduan dan beberapa praktik penyelenggaraan pemilu yang kita bisa lihat secara kasat mata," terangnya.
Kehadiran perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu bukan hanya memenuhi kuota keterwakilan 30%, melainkan juga sebagai kebutuhan utama. Menurutnya, perempuan menjadi bagian penting dalam menjalankan etika politik untuk mengambil serta memutuskan kebijakan penyelenggaraan pemilu.
"Saya selalu katakan kehadiran perempuan sebagai kebutuhan primer bukan kebutuhan sekunder yang memang harus dipenuhi," ujarnya.