Kemen PPPA Ajak Anak Indonesia Menjadi Pelopor Pemilih Pemula yang Cerdas (
BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK)
Sonora.ID – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengajak seluruh anak Indonesia untuk menjadi pelopor pemilih pemula yang cerdas dan turut andil dalam mencegah praktik penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik praktis.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak, Rr. Endah Sri Rejeki mengungkapkan, pelibatan anak dalam kegiatan politik praktis selama ini mengandung risiko dan cenderung eksploitatif sehingga perlu dicegah.
“Berbagai bentuk pelibatan anak dalam praktik politik praktis seperti menggunakan anak-anak sebagai massa kampanye politik, menjadikan anak sebagai bintang atau juru kampanye politik, dan memanipulasi data anak yang belum memiliki hak pilih agar dapat mengikuti pemilihan, merupakan segelintir contoh nyata pelibatan anak di dalam kegiatan politik yang bersifat eksploitatif. Namun yang menjadi catatan penting adalah bahwa penyalahgunaan anak dalam kegiatan kampanye partai politik tersebut, sedikit-banyak telah menciptakan stigma politik pada anak, bahwa politik itu kotor, rumit, penuh kecurangan dan bukan untuk anak. Akibatnya, stigma tersebut berhasil menciptakan ‘jarak’ antara anak dan politik sehingga anak memiliki keengganan membahas politik. Padahal sebenarnya, anak memiliki hak dalam politik,” ujar Endah dalam kegiatan Media Talk, Kamis (21/12/2023).
Endah menjelaskan, banyak anak memiliki informasi dan pengetahuan yang kurang memadai terkait politik dan demokrasi sehingga tidak sedikit dari mereka yang bersikap apatis terhadap politik.
Minimnya literasi politik dan informasi yang kurang tepat menyebabkan anak-anak cenderung enggan berdiskusi atau membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik.
Survei yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggambarkan pandangan generasi muda yang cenderung pesimis terhadap demokratisasi Indonesia ke depan.
Bahkan, sebagian besar menganggap partai politik atau politisi tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat.
“Minimnya informasi terkait politik dan Pemilu yang dimiliki anak tersebut harus menjadi perhatian kita bersama, karena ketika anak menginjak usia 17 tahun, mereka sudah memiliki hak pilih dan tentu diharapkan turut berpartisipasi dalam proses demokrasi di Indonesia. . Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan mereka menjadi pemilih pemula. Kesadaran dan pendidikan politik yang baik pada anak harus dibangun karena mereka berperan dalam menentukan masa depan bangsa,” ujar Endah.
Menurut Endah, kematangan politik dan berdemokrasi sebuah bangsa memerlukan proses pembelajaran yang sangat panjang dan harus dimulai sejak dini pada masa anak, yang tentunya proses pembelajaran tersebut disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan tingkat kecerdasan anak.
Di Indonesia, anak-anak sebenarnya sudah mulai belajar tentang politik dan demokrasi. Di sekolah, anak belajar proses politik dan demokrasi melalui praktik pemilihan ketua kelas, pemilihan ketua osis, dan sebagainya.
Di luar proses belajar mengajar formal, terdapat organisasi anak seperti Forum Anak yang merupakan wadah bagi anak untuk menyampaikan pendapat, aspirasi, dan gagasan kepada Pemerintah, serta melakukan aksi nyata, dan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan.
“Melalui Forum Anak, Pemerintah Indonesia melalui Kemen PPPA mendorong anak-anak Indonesia agar mengambil peran menyuarakan hak-haknya lewat berbagai kegiatan-kegiatan kepeloporan sebagai 2P (Pelopor dan Pelapor), serta diikutsertakan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) di berbagai tingkatan pemerintahan. Anak-anak pun dapat mengekpresikan pandangannya serta berperan aktif dalam proses pembangunan dengan mempertimbagkan nilai-nilai dan kearifan lokal, etika, serta sopan santun. Proses pembelajaran anak-anak tentang politik dan demokrasi yang sudah dimulai di sekolah dan dalam Forum Anak tersebut harus dilengkapi dengan pendidikan tentang politik dalam kehidupan sesugguhnya yang akan dialami oleh anak-anak seperti pelaksanaan pemilu ,” ungkap Endah.
Dalam upaya meningkatkan pendidikan politik bagi anak, khususnya pemilih pemula untuk menjadikan anak muda pemilih yang cerdas, Kemen PPPA telah melakukan kegiatan-kegiatan yang melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan menggandeng KPU serta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan diseminasi informasi, pengetahuan, dan pemahaman anak dan remaja tentang politik, demokrasi, dan pemilihan umum (pemilu).
Usai mendapatkan informasi, pengetahuan, dan pemahaman yang memadai, diharapkan anak dapat menjadi pelopor pemilih pemula yang cerdas.
Adapun pelopor pemilih pemula yang cerdas adalah anak yang mampu mengenali apa dan siapa yang akan dipilih, memiliki alasan yang jelas akan pilihannya, tidak mudah dimanipulasi dan termakan hoax, selalu mengecek dan memastikan kebenaran atas informasi yang didapat, dan ikut melakukan pengawasan secara partisipatif.
Senada dengan Endah, perwakilan dari Sekretariat Forum Anak Nasional, Alya Eka Khairunnisa mengatakan bahwa dalam memastikan pemilu ramah anak yang tidak melibatkan anak, maka anak dapat berpartisipasi melalui Forum Anak di berbagai daerah dan berperan sebagai pelopor dan pelapor.
“Sebagai pelopor dan pelapor, anak dapat berperan menjadi pemilih yang cerdas berdasarkan gagasan dan isu yang ditawarkan, bukan dari gimmick ataupun imbalan; melihat dan perhatikan keberpihakan calon atas isu anak dan menganalisis gagasan secara kritis; jika mendapatkan imbalan dan diberikan uang untuk dukungan politik, tolak dengan tegas dan jangan pilih orangnya; bagikan informasi tentang bagaimana menjadi pemilih pemula yang cerdas dan kesadaran tentang pemilu ramah anak; serta laporkan segala bentuk pelanggaran terhadap pemilu ramah anak melalui kanal-kanal laporan yang tersedia atau perantara orang dewasa,” jelas Alya.
Alya pun menekankan bahwa politik dan anak sangat berdekatan dan berkesinambungan.
Sebagai pemilih pemula, anak menjadi penentu masa depan sehingga anak perlu terlibat dan berpartisipasi langsung dalam proses politik dan demokrasi.
“Pemilu 2024 mendatang akan mencetak sejarah dimana generasi muda akan mendominasi sebagai pemilih di dalam kontestasi demokrasi. Tidak hanya sekedar mengambil andil dalam menentukan masa depan, generasi muda harus mengetahui proses demokrasi, mengenal para calon dan partai politik, memahami teknis pemilu, memilih aktor elektoral, hingga mengawal kebijakan yang dijanjikan,” kata Alya.
Mewakili suara anak sebagai pemilih pemula, Alya berharap tidak ada lagi praktik kampanye yang tidak ramah anak maupun tindakan intimidasi terhadap kelompok anak tertentu.
Kontestasi demokrasi di tahun mendatang dapat berjalan dengan transparan dan menjunjung tinggi asas pemilu yang menganut prinsip Luber-Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).