Sonora.ID - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menginginkan pemerintahan yang baru menyadari bahwa industri sawit sangat penting bagi perekonomian Indonesia, sehingga bisa memberikan regulasi yang lebih kondusif agar sawit tetap bisa bertahan.
“Sawit ini sangat penting untuk perekonomian Indonesia, dan ini jelas-jelas nyata. sekarang kita menghadapi banyak serangan kampanye dari dalam maupun luar negeri, dan serangan itu tidak akan pernah selesai sebab ada pesaing minyak nabati lainnya. Maka pemerintah baru harus menyadari itu sehingga semua akan sejalan, bahwa sawit ini penting dan kita harus tingkatkan,” kata Eddy dalam acara Bincang Kompas: Urun Rembuk bersama Stakeholder Sawit Nasional, di Jakarta.
Diketahui, Kontribusi kelapa sawit dalam kemajuan pembangunan di Indonesia sudah terbukti. Selain turut membangun infrastruktur yang memacu perkembangan perekonomian daerah, ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia tahun 2022 menyentuh 39,07 miliar dollar AS (Rp 600 triliun), terbesar sepanjang sejarah.
Baca Juga: Tips Memulai Bisnis Kelapa Sawit agar Cuan Besar
“Jangan sampai pengalaman sejarah terulang, Indonesia dulu adalah eksportir gula terbesar nomor dua di dunia namun sekarang kita jadi importir, nah ini jangan sampai terjadi di sawit, kita adalah penghasil sawit terbesar di dunia dan konsumen terbesar, jangan sampai kita menjadi importir,” tegasnya.
Eddy juga mengeluhkan bahwa pelaku usaha mengaku kebingungan terkait tumpang tindih kebijakan industri sawit di Indonesia. Eddy mencontohkan, untuk fasilitasi perkebunan masyarakat 20 persen, tiga kementerian memiliki aturan yang berbeda-beda, hal itu membuat pelaku usaha kebingungan.
Merujuk Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat paling sedikit seluas 20 persen, dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
"Tiga kementerian yang berbeda-beda. Kementan, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kehutanan memberikan persyaratan yang berbeda-beda. Sebagai pelaku usaha bingung harus ikut yang mana," ungkap Eddy
Oleh karenanya ia inginkan regulasi yang sejalan dan tidak tumpang tindih.
“Yang jelas tata kelola sawit harus lebih baik. Sehingga pelaku usaha bisa nyaman dalam menjalankan usahanya,” tambahnya.