Karenanya, upaya komprehensif perlu dilakukan untuk mencegah dan menangani hoax untuk menjaga kedamaian Pemilu 2024.
Eko membeberkan, Platform Youtube menjadi tempat ditemukan hoax terbanyak yakni sejumlah 44.6 persen.
Disusul Facebook 34.4 persen, Tiktok 9.3 persen, Twitter atau X 8 persen, Whatsapp 1.5 persen dan Instagram 1.4 persen.
“Dominasi konten hoaks berupa video menjadi tantangan besar bagi ekosistem periksa fakta, karena konten hoax video cepat sekali viral karena sering dibumbui dengan elemen yang emosional. Sedangkan upaya periksa fakta konten video membutuhkan proses yang lebih lama ketimbang foto atau teks,” imbuh Septiaji.
Hal senada disampaikan, Ketua Komite Litbang Mafindo, Nuril Hidayah. Menurutnya, yang membedakan hoax pada Pemilu 2024 dan Pemilu 2019 adalah dominasi konten video. “Pada Pemilu 2019, hoaks kebanyakan berupa foto atau gambar,” ujar Vaya.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Literasi Digital Jadi Kunci Cegah Hoaks dan SARA
Dia mengakui hal ini menjadi tantangan pemeriksa fakta. Proses periksa fakta konten video lebih rumit dan lama, dan bisa mengaduk-aduk emosi.
“Terlebih konten hoaks yang dibuat menggunakan AI, tidak mudah untuk bisa mendapatkan kesimpulan apakah itu hoaks atau bukan,” ucap Nuril Hidayah.