Ayat di atas merupakan memiliki nilai adiluhung, bahwa puasa seharusnya bisa menjadi mediator bagi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Dengan berpuasa, seseorang sudah berkomitmen menyempurnakan ketakwaannya, sebagaimana definisi dari takwa itu sendiri.
Yaitu mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Dari tujuan tersebut, mari kita evaluasi kembali ibadah puasa yang kita lakukan selama ini, apakah sudah menjadikan kita hamba yang benar-benar bertakwa kepada-Nya?
Sudahkan puasa menjadikan kita hamba yang benar-benar semangat dalam meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya?
Atau justru ibadah yang kita lakukan selama ini tidak memberikan bekas apa-apa pada diri kita, nauzubillah min zalik.
Cara paling gampang untuk mengetahui ibadah puasa kita diterima atau tidak oleh Allah SWT, adalah dengan melihat semangat dan konsistensi kita untuk terus beribadah setelah bulan Ramadhan.
Baca Juga: Bacaan Wirid setelah Sholat Tarawih, Lengkap dengan Arab dan Latinnya
Jika terus semangat, menunjukkan bahwa ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan menjadi ibadah yang diterima.
Jika tidak semangat, menunjukkan bahwa ibadah kita selama ini ditolak oleh Allah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Lathaiful Ma’arif, yang artinya:
“Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Puasa sama halnya dengan shalat. Dalam Al-Qur’an Allah menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang melakukannya.
Dan juga bisa meninggalkan setiap kejelekan dan keburukan bagi yang melakukannya.
Namun, betapa banyak dari mereka yang melakukan shalat tapi masih saja bermaksiat.
Semua itu tidak lain disebabkan ketika melakukan shalat masih banyak aturan-aturan yang tidak terpenuhi.
Begitu juga dengan puasa. Jika puasa yang kita lakukan selama ini tidak bisa meningkatkan imunitas ketakwaan kepada Allah.
Menunjukkan bahwa puasa ada yang kita jalani selama satu bulan ini ada salah, ada yang kurang baik, dan ada penghalang yang membuatnya tidak bisa meningkatkan ketakwaan.
Salah satu perbuatan yang bisa merusak terhadap ibadah puasa adalah dengan berbohong, berkata kotor, dan membicarakan keburukan orang lain.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu haditsnya, yang artinya:
“Puasa adalah benteng, selama engkau tidak membakarnya. Para sahabat bertanya, dengan apa bisa membakarnya, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: dengan berbohong, berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba,” (HR An-Nasa’i).
Dengan berpijakan pada hadits di atas, bisa kita koreksi kembali, sudahkah kita meninggalkan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak pahala puasa di atas selama bulan Ramadhan?
Jika sudah, mari kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita pertolongan agar tidak terjerumus kepadanya. Dan jika tidak, maka tidak heran jika puasa tidak bisa memberikan efek positif sedikit pun kepada kita semua.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Demikian khutbah Jumat perihal evaluasi ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua.
Dan digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.