3 Khutbah Jumat Minggu Kedua Bulan Syawal, Singkat Tapi Menyentuh Hati

18 April 2024 13:04 WIB
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Minggu Kedua Bulan Syawal, Singkat Tapi Menyentuh Hati
Ilustrasi 3 Khutbah Jumat Minggu Kedua Bulan Syawal, Singkat Tapi Menyentuh Hati ( )

Sonora.ID – Berikut 3 teks khutbah Jumat minggu kedua bulan syawal, singkat tapi menyentuh hati yang bisa dijadikan referensi.

Bulan Syawal merupakan bulan ke-10 dalam penanggalan Islam atau Hijriah. Syawal tepat sesudah bulan Ramadhan.

Berhubung suasana bulan Ramadhan masih begitu lekat dalam pikiran, biasanya khutbah Jumat di bulan Syawal masih berisi tentang ibadah seusai Ramadhan.

Sebab, mempertahankan amal ibadah yang telah terbentuk selama Ramadhan bukanlah hal yang mudah.

Maka dari itu, khutbah Jumat minggu kedua bulan syawal diharapkan dapat mengingatkan sekaligus memberi motivasi umat Islam untuk mempertahankan amal ibadah.

Berikut 3 teks khutbah Jumat minggu kedua bulan syawal, singkat tapi menyentuh hati yang bisa dijadikan referensi.

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Setelah Ramadhan, Penuh Makna dan Menyentuh Hati

1. Khutbah Jumat Minggu Kedua Bulan Syawal

الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Baru saja kita melaksanakan ibadah puasa di Bulan suci Ramadhan. Bulan tersebut hadir sebagai bulan yang paling istimewa di antara sebelas bulan lainnya.

Keistimewaannya pun terlihat dari dorongan untuk memperbanyak ibadah dengan janji pelipatgandaan pahala bagi orang-orang yang tekun beribadah kepada Allah.

Sebuah bulan yang hari demi harinya, jam demi jamnya, dan menit demi menitnya, detik demi detiknya sangat berharga.
Bagaimana tidak bernilai, bila tidur orang puasa saja dimasukkan sebagai perbuatan ibadah, diamnya setara dengan membaca tasbih, dan amal kebaikan sejajar dengan amal berlipat-lipat di luar Ramadhan.

Atas dasar keutamaan ini, tidak heran bila banyak orang berbondong-bondong menunaikan ibadah Ramadhan sebanyak-banyaknya.

Mereka tidak hanya menahan makan dan minum, tapi juga menjalankan rutinitas di luar amalan fardhu. Mereka mulai memenuhi masjid, gemar bertadarus Al-Qur'an, dzikir, shalat tarawih, memberi hidangan berbuka puasa, dan amalan-amalan sunnah lainnya.

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Tentu sangat menggembirakan menyaksikan gairah baru yang positif seiring dengan tibanya bulan penuh berkah tersebut. Masyarakat menjadi tampak semakin religius. Meskipun, kita tahu semangat yang sama tidak dialami oleh semua orang.
Tetapi, setidaknya kita melihat gejala perkembangan yang lebih baik setidaknya selama satu bulan. Ramadhan mendorong banyak orang untuk mengubah diri, istirahat sejenak dari kesibukan duniawi yang melelahkan, dan meninggalkan hal-hal buruk.

Semoga seluruh amalan tersebut terlaksana atas dasar keimanan yang kokoh sehingga dapat membersihkan kotoran-kotoran masa lalu, sebagaimana sabda Nabi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Peningkatan intensitas dan frekuensi ibadah adalah hal yang baik. Hanya saja kita perlu seksama agar segenap upaya yang kita curahkan untuk beribadah tidak menguap sia-sia. Menguap sia-sia?

Ya, ibadah tidak otomatis pasti bernilai ibadah. Ibadah juga mengandung jebakan-jebakan yang bila seorang hamba tidak hati-hati akan terperosok ke dalamnya.

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam kitab al-Kasyfu wat Tabyin menyebutnya sebagai al-maghrurin (para ibadah ibadah yang tertipu). Menurut Imam al-Ghazali, ketertipuan tersebut karena seorang ahli ibadah keliru dalam menempatkan skala prioritas.

Tipuan (ghurur) itu terjadi antara lain ketika seseorang hanyut dalam kesibukan ibadah-ibadah sunnah dan mengabaikan hal-hal yang wajib.

Beliau antara lain menyebut:

أَهْمَلُوْا الفَرَائِضَ وَاشْتَغَلُوا بِالنَّوَافِل، وَرُبَّمَا تَعَمَّقُوا فِيها حَتّى يَخْرُجُوْا إِلى السَّرَف والعدوان

"Mereka (ahli ibadah yang tertipu) mengabaikan hal-hal fardhu dan menyibukkan diri pada hal-hal sunnah. Kadang mereka tenggelam dalam kesibukkan itu hingga sampai pada perilaku berlebih-lebihan dan permusuhan."

Orang bisa saja sangat bersemangat menjalankan ibadah shalat tahajud dini hari sampai subuh. Tapi jika karena perbuatannya itu ia meninggalkan shalat subuh maka ia sesungguhnya sedang tertipu.

Atau seseorang bisa saja aktif membangunkan sahur orang lain, tapi bila cara-cara yang digunakan mengganggu orang lain, seperti dengan membunyikan petasan, orang tersebut sesungguhnya juga tertipu.

Sebab, ibadah mengajak orang sahur tidak boleh menelantarkan kewajiban kita untuk tidak mengusik ketenteraman orang lain.

Contoh lain di sekitar tentang hamba yang terperdaya ini adalah ketika seseorang sibuk soal shalat tarawih, memperdebatkan jumlah rakaatnya yang paling afdhal, menghujat pihak yang tidak sepaham, lalu menimbulkan pertengkaran antarkompok tidak sepaham.

Padahal, melaksakan shalat tarawih adalah sunnah, sementara menjaga kerukunan dan persatuan adalah wajib.

Terawih adalah perbuatan baik. Namun akan sayang sekali bila perbuatan baik tersebut lantas mengorbankan perbuatan lain yang lebih baik.

Jamaah shalat jum'at hafidhakumullah,

Seorang terperdaya dengan ibadahnya juga ketika ia terlalu sibuk dengan tampilan luar daripada substansi. Misalnya pada kasus orang bertadarus Al-Qur'an.

Mungkin ia sanggup mengkhatamkannya hanya dalam sehari semalam, menikmati tiap nada lantunan yang diekspresikan. Namun saat hatinya melayang-layang pada urusan duniawi, lupa akan makna lafal yang dibaca, hamba itu sesungguhnya sedang tertipu.

Menurut Al-Ghazali, substansi membaca Al-Qur'an adalah meresapi makna di dalamnya. Sebab lezatnya Al-Qur'an bersumber dari makna, bukan dari lagu atau keindahan suara pembacanya.

Soal mengabaikan substansi ini sering kita dapati dalam banyak kasus ibadah-ibadah lain. Wudhu, sembahyang, sedekah, sekolah, puasa, zakat, haji, umrah, ikut pengajian, dan sejenisnya.

Kerapkali perkara-perkara teknis mengalihkan fokus orang dari peduli terhadap tujuan dan aspek-aspek yang lebih substansial. Belum lagi bila ibadah-ibadah itu kemudian ditempeli sifat-sifat tercela, seperti pamer, bangga diri, ingin dipuji, dan lain-lain.

Penjelasan ini bukan berarti ibadah-ibadah yang sunnah tidak penting, atau perkara teknis sama sekali tidak dibutuhkan.
Keterangan ghurur tersebut hendak mengingatkan kita bahwa jangan sampai urusan-urusan sekunder itu membuat kita lalai akan urusan-urusan primer, ibadah sunnah mengantarkan kita untuk mengabaikan ibadah wajib.

Yang ideal tentu saja adalah kita sanggup melaksanakan kedua-duanya secara maksimal.

Semoga penjelasan ini mampu mengoreksi ibadah-ibadah alfaqir (khatib) pribadi dan jamaah sekalian sehingga kita semua bisa menambah keimanan dan ketaqwaan kita pasca Ramadhan dengan lebih baik. Amiin ya rabbal ‘âlamîn. Wallâhu a‘lam bish shawâb.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

2. Khutbah Jumat Minggu Kedua Bulan Syawal

الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ

اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Pertama sekali sebelum Alfaqir menyampaikan materi khutbah pada kesempatan mulia ini, Alfaqir mengajak kepada semua jamaah Jumat termasuk kepada diri sendiri untuk terus berusaha dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah azza wa jall.

Karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dengan karunia-Nya, dan selamat di akhirat dengan keadilan-Nya.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, kita semua umat Islam bisa melewati satu bulan Ramadhan yang diperuntukkan hanya untuk kita dengan membawa anugerah yang amat besar.

Ramadhan hadir dengan segala bonus pelipatgandaan pahala sekaligus ampunan yang besar seyogyanya untuk menjadikan kita sebagai umat yang semakin bertakwa kepada Allah swt sebagaimana tujuan dari puasa Ramadhan itu sendiri.

Ramadhan telah berlalu. Semoga kita kembali menjadi hamba-hamba yang bersih, suci, lantaran dosa-dosa kita diampuni Allah swt sewaktu Ramadhan kemarin.

Amin ya rabbal alamin. Ini adalah satu predikat yang luar biasa tatkala kita diampuni Allah.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Sebagai hamba yang taat, tentu pada Ramadhan kemarin daya kita seakan terus bertambah dibuktikan dengan semangat dalam pelaksanaan ibadah kita.

Di samping puasa yang memang wajib kita laksanakan, aneka ibadah sunnah pun tak luput dari perhatian kita, seperti istikamah mengerjakan shalat tarawih, ngaji Al-Qur’an, qiyamul lail, dan seterusnya.

Alhamdulillah, kita semua tentu saja telah melaksanakannya, meskipun bisa saja belum semuanya.

Di bulan Syawal ini, semangat untuk beribadah kepada Allah tidak boleh kendor. Daya kita yang diisi selama Ramadhan itu tentu masih mampu melanjutkan di bulan Syawal ini dan di bulan-bulan selanjutnya. Insyaallah.

Bulan Syawal ini terdapat keutamaan yang tak kalah pentingnya dengan bulan-bulan lainnya.

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat tentang Nuzulul Quran, Singkat Tapi Menggetarkan Hati

Mari kita raih keutamaan tersebut. Apa itu? Adalah balasan pahala puasa sunnah Syawal yang setara dengan berpuasa setahun lamanya.

Puasa sunnah Syawal hanya dikerjakan dalam waktu enam hari. Namun pahalanya begitu besar. Kita dianjurkan melaksanakan ibadah puasa ini, sebagaimana dalam hadits Nabi yang berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Artinya, “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun” (HR Muslim).

Hadirin yang dimuliakan Allah 

Bila kita telah sanggup melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan lamanya, maka kita tentu lebih sanggup mengerjakan puasa Syawal yang hanya enam hari.

Idealnya puasa Syawal memang dikerjakan dimulai tepat satu hari setelah shalat Idul Fitri, yakni dimulai dari tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawal.

Namun, ulama menegaskan bahwa pelaksanaan puasa sunnah ini tidak selalu harus ideal, berpuasa di luar tanggal itu, sekalipun tidak berurutan, tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seperti pahala puasa wajib setahun penuh.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Selain mendapatkan pahala puasa yang setara setahun, orang yang membiasakan puasa Syawal ini menandai puasa Ramadhan yang kita laksanakan kemarin insyaallah diterima oleh Allah swt.

Sesungguhnya Allah swt apabila menerima amal kebaikan seseorang, akan menganugerahi ia untuk berbuat kebaikan setelah itu. Sebagian ulama mengatakan sebagaimana berikut ini:

"Ganjaran perbuatan baik adalah perbuatan baik setelahnya, maka siapa saja yang berbuat kebaikan kemudian mengikutkannya dengan perbuatan baik lainnya maka hal yang demikian adalah tanda diterimanya kebaikan yang pertama, pun halnya orang yang berbuat baik kemudian mengikutkannya dengan perbuatan buruk maka yang demikian adalah tanda ditolaknya kebaikan yang ia kerjakan".

Hadirin yang dimuliakan Allah

Mari kita meraih keutamaan bulan Syawal ini dengan cara berpuasa sunnah selama enam hari. Kalaupun tidak berurutan dan di luar tanggal 2 sampai 7 Syawal, tetap dapat keutamaan seolah berpuasa setahun lamanya.

Berpuasa Syawal berarti kita telah merawat semangat beribadah kepada Allah selepas Ramadhan. 

Selesainya bulan suci Ramadhan, bukan berarti ibadah yang kita amalkan selesai sudah, namun hendaknya kita berusaha untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah di bulan-bulan selanjutnya sebagaimana di bulan Ramadhan, seperti di bulan Syawal ini. 

Bagi Muslim yang masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan, misalkan kemarin tidak bisa berpuasa Ramadhan satu bulan penuh karena udzur syar'i, seperti sakit, bepergian jauh, dan seterusnya, sebaiknya segera menggantinya terlebih dahulu, kemudian setelahnya baru mengerjakan puasa sunnah Syawal.

Hadirin yang dimuliakan Allah 

Demikian khutbah Jumat ini singkat perihal cara meraih keutamaan bulan Syawal dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal.

Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istikamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

3. Khutbah Jumat Minggu Kedua Bulan Syawal

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang terus mengalirkan nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu kepada kita, di antaranya adalah nikmat iman dan takwa sehingga kita masih bisa menikmati manisnya Islam yang akan membawa kita selamat dunia akhirat.

Tiada kata lain yang patut diucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahirabbil alamin. Dengan terus bersyukur, insyaAllah karunia nikmat yang diberikan akan terus ditambah oleh Allah SWT.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras".(QS. Surat Ibrahim: 7)

Syukur yang kita ungkapkan ini juga harus senantiasa direalisasikan dalam wujud nyata melalui penguatan ketakwaan kepada Allah SWT yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dengan syukur dan takwa ini, maka kita akan senantiasa menjadi pribadi yang senantiasa diberi perlindungan dan petunjuk dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia dan bisa terus menjalankan misi utama hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah SWT. Hal ini termaktub dalam Al-Qur'an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam putaran waktu dan keseharian umat Islam, bulan Ramadhan menjadi momentum intensifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.

Frekuensi ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut.

Semangat ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan 'penggemblengan' jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah SWT.

Namun pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadhan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita?

Apakah pasca-Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya? Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita rasakan dalam diri kita?

Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita tidak mengendur pasca-Ramadhan.

Sehingga pada kesempatan khutbah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan ramadhan.

Melihat masa lalu itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Ḥasyr :18)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Dari segi bahasa, kata "Syawal" (شَوَّالُ) berasal dari kata "Syala" (شَالَ) yang memiliki arti "irtafaá" (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan.

Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan.

Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.

Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan.

Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan?

Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan?.

Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Terkait pentingnya Muhasabah ini Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Artinya: "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.' (HR Tirmidzi).

Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan.

Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan.

Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri.

Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.

Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabut ayat 69:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: "Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik."

Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah SWT sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya.

Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak tampak oleh mata. Rasulullah SAW bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: "Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu..." (HR Bukhari).

Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan.

Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah Jumat kali ini, semoga kita bisa senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah kita pasca-Ramadhan dengan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.

Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah SWT dalam mengemban misi ibadah ini. Amin.

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News

Baca Juga: 3 Khutbah Jumat tentang Akhir Ramadhan dan Malam Lailatul Qadar, Menyentuh Hati

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm