Kepala Bagian Umum DJPb Jabar Giri Susilo (paling kanan) saat pemaparan laporan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Jawa Barat, Jalan Diponegoro 59 Kota Bandung, Jumat (26/4/2024 (
Sonora/Gun)
Bandung, Sonora.ID - Kecenderungan melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga Maret 2024 dikarenakan masih dalam pengaruh geopolitik global, seperti adanya konflik di Timur Tengah dan perang di Ukraina.
Namun demikian, kinerja ekonomi di Jawa Barat (Jabar) mengalami surplus dan terkendali. Hal ini terungkap dalam konferensi pers yang digelar Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jawa Barat tentang kinerja APBN Regional Jawa Barat tahun 2024.
"Realisasi APBN Regional Jabar hingga akhir Maret 2024 menghasilkan surplus sebesar Rp4,96 triliun. Total pendapatan Rp35,61 triliun (21,77 persen) dan total belanja Rp30,65 triliun (25,51 persen)," ucap Kepala Bagian Umum DJPb Jabar Giri Susilo saat memaparkan laporan tersebut di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Jawa Barat, Jalan Diponegoro 59 Kota Bandung, Jumat (26/4/2024).
"Kenaikan terbesar terjadi pada Pajak Bumi dan Bangunan yang tumbuh 226,51 persen atau senilai Rp28,44 miliar dan PPh Non Migas yang tumbuh sebesar 10,43 persen, juga adanya kenaikan PNBP BLU yang signifikan karena terdapat perubahan kebijakan percepatan pengesahan pendapatan BLU," papar Giri.
Diketahui pula kinerja Belanja Pemerintah Pusat mengalami pertumbuhan senilai Rp7,40 triliun, pertumbuhan terjadi di semua jenis Belanja terutama di Belanja Barang senilai Rp4,19 triliun.
Realisasi TKD tumbuh sebesar 38,99 persen (yoy) yang utamanya dikontribusi oleh kenaikan DAU dan DAK Non Fisik.
Sementara, penerimaan pajak sampai 31 Maret 2024 mencapai Rp 26,42 triliun.
Jenis pajak PPh Non Migas mengalami peningkatan sebesar 9,95 persen (Rp1,3 triliun). PBB mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar 127,99 persen (Rp19,38 miliar) dibandingkan periode Maret 2023.
PPh 21 tumbuh 20,17 persen didorong banyaknya pembayaran pajak masa Desember 2023 yang dibayarkan pada triwulan I 2024. Selain itu, peningkatan PPh juga disumbang pembayaran skaligus atas jaminan hari tua, uang tebusan pensiun, uang pesangon dan bonus tahun 2023 yang dicairkan pada triwulan I 2024.
Selain itu, sektor riil di Jabar cukup terkendali. Ini ditunjukan dengan tingkat inflasi Maret 2024 di bawah 5 persen, yaitu sebesar 3,48 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,78.
Giri mengungkapkan, neraca perdagangan luar negeri regional Jabar di bulan Februari 2024 masih melanjutkan surplus sebesar USD 1,99 miliar.
"Tercatat di BPS Jabar nilai ekspor Febuari 2024 mencapai USD 3,00 miliar atau meningkat 2,09 persen
dibanding Januari 2024. Sementara nilai impor Febuari 2024 mencapai USD 1,01 miliar atau meningkat 1,24 persen dibanding Januari 2024," ungkap Giri.
Dalam konferensi pers tersebut, Giri juga memaparkan, bahwa kinerja ekonomi Jabar triwulan IV-2023 tumbuh positif sebesar 5.15 persen (y-to-v), 5,00 persen (c-to-c).
"Konsumsi Rumah Tangga memiliki kontribusi pengeluaran sebesar 65,98 persen terhadap struktur PDRB, PMTB 25,26 persen, dan Konsumsi pemerintah berkontribusi 6,96 persen," ungkap Giri
"Sementara dari sisi sektor usaha didominasi Sektor Industri Pengolahan (41,72 persen PDRB)," imbuhnya.
Giri menuturkan, tingkat inflasi year on year (yoy) di Jabar, lebih tinggi dari inflasi nasional.
"Seperti Inflası yoy di Kabupaten Subang, itu mencapai 469 persen. Ini yang tertinggi di Jawa Barat, namun trend secara month to month (mtm) rendah, berkisar 0,15 persen," tutur Giri.
"Nah, rendahnya inflasi mtm Kabupaten Subang disebabkan adanya penurunan harga beras seiring memasuki masa panen," imbuhnya.
Giri melanjutkan, pada perkembangan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) di Jawa Barat pada bulan Maret 2024 turun dari 119,92 menjadi 119,72, yang diakibatkan turunnya harga komoditas gabah akibat awal panen raya dan naiknya benih padi.
"Indeks Harga Diterima Petani (It) 138,31 turun 0,04 persen dan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Benang Mod sebesar 115,53 naik 0,15 persen. Lima Kota dengan TPK tertinggi yaitu Kota Sukabumi, Kota Depok, Kota Bandung, Kota Bogor, dan Kota Bekasi," jelas Giri.
Sementara itu, kata Giri, terkait perkembangan ekspor di Jabar, nilai neraca perdagangan luar negeri pada Febuari 2024 surplus sebesar USD 1,99 miliar. Sedangkan, nilai ekspor Febuari 2024 mencapai USD 3,00 miliar atau meningkat 2,09 persen dibanding Januari 2024.
"Nilai impor Febuari 2024 mencapai USD 1,01 miliar atau meningkat 1,24 persen dibanding Januari 2024," kata Giri.
Terkait ekspor Nonmigas, pada Febuari 2024 mencapai USD 2,98 miliar, meningkat 2,69 persen dibanding Januari 2024. Namun ekspor Migas menurun sebesar 45,80 persen.
Giri menerangkan, peningkatan nilai ekspor Nonmigas terbesar, pada Febuari 2024 terhadap Januari 2024 terjadi pada Golongan Kendaraan dan Bagiannya sebesar USD86,82 juta, diikuti oleh Golongan Mesin dan Peralatan Mekanis sebesar USD16,53 juta serta Mesin dan Perlengkapan Elektrik sebesar USD13,98 juta.
Lalu, ekspor Nonmigas Februari 2024 terbesar adalah ke Amerika Serikat, yaitu USD 520,77 juta, disusul Filipina USD 237,58 juta, dan Jepang sebesar USD 232,31 juta dengan kontribusi ketiganya mencapai 33,19 persen.
Giri menambahkan, realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan 31 maret 2024 mencapai Rp12,11 triliun tumbuh 74,93 persen dari tahun sebelumnya yang didukung oleh peningkatan signifikan realisasi pada seluruh jenis belanja.
Realisasi Belanja Pegawai mencapai Rp5,02 triliun dikontribusi oleh kenaikan pembayaran Belanja Gaji dan Tunjangan TNI/Polri serta PNS seiring kenaikan gaji pokok PNS dan TNI/Polri, Belanja Tunjangan Khusus dan Belanja Pegawai Transito, Belanja Gaji dan Tunjangan Pegawai Non PNS, serta Belanja Gaji dan Tunjangan PPPK.
Realisasi Belanja Barang sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp5,72 triliun, tumbuh sebesar 113,32 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
"Didorong oleh peningkatan kinerja pada hampir seluruh jenis Belanja Barang terutama dikontribusi oleh kegiatan Penyelenggaraan Pemilu dalam Proses Konsolidasi Demokrasi Tahun 2024 pada KPU, Profesionalisme dan Kesejahteraan Prajurit, serta Pelayanan Kesehatan dan JKN,” tutur Giri.
Realisasi Belanja Modal sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp1,35 triliun, tumbuh signifikan sebesar 92,62 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang dikontribusi realisasi pada Program Ketahanan Sumber Daya Air, infrastruktur dan Wajib Belajar 12 tahun, serta Program Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Realisasi Belanja Bantuan Sosial tercatat sebesar Rp17,13 miliar, Realisasi Bansos sampai Maret 2024 untuk Rehabilitasi Sosial sebesar Rp2,39 miliar dan Belanja Bantuan Sosial untuk Perlindungan Sosial sebesar Rp14.73 miliar.
"Penyaluran Bansos di Jawa Barat pada tahun 2020 hingga 2023 terbesar pada 7 Kabupaten yaitu Bogor, Cianjur, Cirebon, Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Kabupaten Bandung yang diikuti dengan kenaikan IPM pada setiap tahunnya," kata Giri.
“Sebagai kesimpulan, saat ini risiko global masih tinggi dibayangi tensi geopolitik, serta tantangan digitalisasi ekonomi, perubahan iklim, dan transisi demografi menuju ageing population. Seiring aktivitas ekonomi domestik yang terjaga, kinerja APBN hingga 31 Maret 2024 masih mencatat surplus, namun perlu mengantisipasi perlambatan Pendapatan Negara," jelas Giri.
"Meski kondisi domestik relatif kuat, pemerintah akan terus mewaspadai volatilitas pasar keuangan dan perlambatan pertumbuhan perekonomian dunia. APBN 2024 di Jawa Barat terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung berbagai agenda pembangunan,” tutup Giri.