Sonora.ID – Belakangan ini sering ada seruan boycot untuk produk-produk yang mendukung atau terafiliasi dengan Israel atau pro zionis. Lantas, apa arti boycot?
Kata Boycot atau boikot belakangan ini sering muncul seiring dengan isu genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina.
Banyak ajakan boikot produk pro Israel, dan bahkan ada sejumlah daftar produk pro Israel yang bertebaran di media sosial.
Bahkan, berdasarkan Fatwa MUI yang belum lama diterbitkan, MUI mengharamkan produk pro Israel.
Baca Juga: Fans Kecewa, Ini Deretan Idol K-Pop yang Pamer Brand Pro-Israel ke Sosmed
Arti boycot atau boikot
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, boikot artinya “bersekongkol menolak untuk bekerja sama (berurusan dagang, berbicara, ikut serta, dan sebagainya).”
Menurut pengertian lain, boikot atau pemulauan adalah tindakan untuk tidak menggunakan, membeli, atau berurusan dengan seseorang atau suatu organisasi sebagai wujud protes atau sebagai suatu bentuk pemaksaan.
Hal ini biasanya dilakukan sebagai respons terhadap tindakan yang dianggap tak etis, tak sesuai nilai-nilai, atau bertentangan dengan pandangan atau tujuan tertentu.
Kata ini berasal dari serapan bahasa Inggris boycott yang mulai digunakan sejak "Perang Tanah" di Irlandia pada sekitar tahun 1880-an dan berasal dari nama Charles Boycott, seorang agen lahan (estate agent) untuk tuan tanah Earl Erne.
Boikot pada umumnya memiliki tujuan yang jelas, dan dapat berlangsung hingga bertahun-tahun.
Aksi boikot memiliki kekuatan dan bisa berdampak terhadap bisnis dan perdagangan, bahkan bisa meruntuhkan sebuah rezim.
Tujuan boikot sendiri bervariasi, bisa untuk mendorong perubahan kebijakan, menciptakan perubahan perilaku, hingga memengaruhi opini publik terhadap suatu isu.
Baca Juga: 9 Produk Israel yang Ada di Indonesia, Kini Sedang Ramai Diboikot!
Contoh boikot
Contoh sederhana dari boikot adalah boikot sebuah produk yang berasal dari perusahaan yang diduga melanggar hak asasi manusia atau kerusakan lingkungan.
Selain itu juga ada boikot politik, yang berupa penolakan untuk memilih atau mendukung suatu kandidat atau partai politik dalam pemilu sebagai bentuk protes terhadap kebijakan atau tindakan yang tidak diinginkan.
Dampak boikot
Boikot dapat memiliki dampak signifikan tergantung pada tingkat partisipasi dan dukungan yang diterimanya. Sejumlah boikot berhasil menghasilkan perubahan, sementara yang lain bisa tak mendapatkan perhatian yang diharapkan.
Selain itu, boikot juga sering kali menjadi kontroversial karena dapat memicu konflik dan perdebatan di antara pihak-pihak yang terlibat.
Namun aksi boikot ini juga bisa berdampak seperti perubahan perilaku perusahaan, dan juga menarik perhatian publik atas isu yang dipermasalahkan.
Asal-usul boikot
Boikot memiliki sejarah panjang sebagai bentuk protes yang efektif. Istilah boikot ini berasal dari nama seorang pengusaha Inggris, Charles Cunningham Boycott.
Sebagian besar tanah pertanian di Irlandia pada abad ke-19 dimiliki oleh tuan tanah yang berkebangsaan Inggris.
Ironisnya, kebanyakan para tuan tanah ini tidak tinggal di Irlandia, jadi untuk mengelola tanah pertaniannya, mereka menyewa manajer lahan yang juga bertugas mengumpulkan uang sewa dari para petani.
Nah, salah satu manajer lahan ini bernama Charles Boycott, ia mengelola tanah pertanian di County Mayo, Irlandia, untuk Earl of Erne seorang aristokrat Inggris.
Pada abad ke-19 agrikultur memang sektor andalan ekonomi Irlandia, tapi pada 1880 terjadi gagal panen yang parah.
Dikutip dari laman workandmoney.com, para petani yang menyewa tanah kepada Earl of Erne meminta harga sewa diturunkan sebesar 25 persen untuk meringankan beban.
Namun Earl of Erne hanya mengurangi sebesar 10 persen dan memerintahkan Boycott untuk mengusir setiap petani yang tidak membayar sewa.
Para penduduk lokal tidak terima atas perlakuan ini, mereka memutuskan untuk tidak lagi mau berurusan dengan Charles Boycott.
Baca Juga: 17 Merk Kurma Israel, Wajib Boikot dan Jangan Beli Brand Ini!
Waktu itu memang belum ada istilah memboikot, jadi Charles Boycott dieksomunikasikan, dikucilkan, atau mengalami ostrasisme.
Penduduk tidak mau lagi mengurusi lahan, berhenti bekerja sebagai pelayan di rumahnya, tidak mau mengirimkan surat-surat.
Pebisnis lokal tidak mau menjual apa pun kepada Boycott, bahkan perempuan lokal menolak membuat roti untuknya.
Hingga tukang cuci pakaiannya pun berhenti, demikian diungkapkan Boycott dalam surat terbuka kepada surat kabar The Times.
Secara fisik Boycott memang tidak dilukai, tapi siapa yang tahan terus-menerus hidup seperti itu? Akibatnya, Charles Boycott terpaksa meninggalkan Irlandia.
Pada 1888, kata boikot pertama kali masuk ke Kamus Oxford.
Namun aksi pengucilan sendiri telah ada jauh sebelum Charles Boycott mengalami pemboikotan.