Menurut UU KIA pasal 4 ayat 3 dijelaskan bahwa setiap ibu pekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan dengan ketentuan:
Paling sedikit 3 bulan pertama
Paling lama 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
Kondisi yang dimaksud pada ayat 3 tersebut, meliputi kondisi ibu mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran.
Suami juga akan mendapatkan hak cuti mendampingi istri melahirkan.
Adapun masa cuti yaitu dua hari dan dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatn pemberi kerja.
Cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat adalah tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya, jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Ibu pekerja yang sedang mengambil cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya.
Ibu hamil yang sedang bekerja wajib diberikan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat
Bagi yang mengambil cuti kelahiran maksimal enam bulan, pada bulan kelima dan keenam mendapatkan 75 persen dari upah
Suami wajib mendampingi istri selama persalinan dan mendapatkan cuti dua hari
Suami dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja
Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti dua hari
Ibu, ayah, dan keluarga wajib bertanggung jawab pada 1.000 HPK anak
Pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan perencanaan, monitoring, hingga evaluasi saat 1.000 HPK anak
Semua ibu wajib diberikan jaminan, termasuk yang memiliki kerentanan khusus, yaitu: