Akhirnya, Paus Fransiskus menyentuh Cia. Paus Fransiskus memandang tajam pada Cia yang bingung dengan situasi itu. Namun Cia tersenyum ketika Paus Fransiskus menyelipkan permen ke dalam genggaman tangannya.
Tidak lama persentuhan yang terjadi antara tangan Cia dan tangan Paus Fransiskus. Namun itu adalah sejarah hidup seorang manusia.
Anggota rombongan lain bersorak karena upaya bersalaman dengan Paus dengan penantian berjam-jam membuahkan hasil. Anugerah yang uar biasa. Bagi seorang anak, yang menanti dalam ketidakmengertiannya.
Perjuangan Cia cukup hebat dan luar biasa. Bersabar meski menunggu di tempat kurang lebih 5 jam hingga bisa bersalaman dengan Paus. Harus menahan keinginan untuk pergi ke toilet, tidak ngemil, dan tidak istirahat duduk. Maklum, kesempatan sedikitpun terlewatkan, posisi bisa diambil oleh orang lain. Sementara untuk menempati posisi berdiri yang strategis, harus berjuang. Semua peziarah ingin bersalaman dengan Paus Fransiskus.
”Mama.. permennya boleh dimakan tidak ? Cia pingin….,” tanya Cia kepada ibunya. Sambil tersenyum dan menggeleng ibunya mengatakan, ”Nanti ya kalau sampai di Indonesia.“
Hadiah luar biasa. Permennya warna kuning jeruk bertuliskan Baratti & Milano, nama sebuah brand yang sangat terkenal di dunia. Berawal dari nama sebuah café yang didirikan pada tahun 1858 di Turin, Italia, Baratti & Milano kemudian menjadi produsen coklat sendiri dan kemudian diikuti produksi berbagai jenis permen. Dan... hingga kini permen jeli rasa aroma jeruk itu dari Paus Fransiskus itu tetap utuh sebagai kenang-kenangan yang tak ternilai.
Elizabeth Wulandari, mengaku, untuk datang ke Vatikan bagi anak berusia 6 tahun tidaklah mudah. Kekhawatiran akan hilang dalam kerumunan - karena naluri anak kecil yang selalu ingin bermain - menjadi salah satu momok bagi orangtuanya.
Baca Juga: Menag RI Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus dan Dukungan Penuh untuk Pengurus LP3KN
“Belum lagi jika si anak merasa tidak betah dengan lingkungan baru yang asing. Ini akan menjadi masalah lain.” Kata Elizabeth
Selain hal diatas, penyakit homesick atau rindu akan rumah asal, juga menjadi faktor pertimbangan bagi orangtua untuk membawa anaknya bepergian ke luar negeri. Apalagi ke luar negeri dalam rangka berziarah.
Namun tidak demikian dengan Cia. Jauh-jauh hari sebelum keputusan berangkat ke Vatikan diambil, murid TK Stella Maris, Gading Serpong, Tangerang ini sudah diberitahu oleh orangtuanya untuk “behave” – bersikap tidak rewel.
“Itu merupakan janji yang harus di-deal-kan. Selain tidak rewel, janji yang harus dipenuhi oleh Cia adalah tidak boleh mengeluh, harus kuat berjalan. Cia juga tidak diijinkan minta gendong sekalipun merasa capai.” Ujar Elizabeth yang mengaku hanya merupakan ibu rumah tangga ini.
Setiap anak selalu membawa karakternya sendiri sejak lahir. Dan bagaimana karakter yang dimiliki Cia diperlihatkannya dalam perjalanan ziarah ke Vatikan. Anak kelahiran bulan Februari ini tidak mengeluh, tidak rewel apalagi minta gendong. Ia mematuhi apa yang sudah menjadi perjanjian antara dirinya dengan sang ibu.
Diakui Elizabeth, meskipun demikian ia tetaplah anak kecil, dan itu ditunjukkannya dengan membawa boneka. Sementara HP yang biasanya menemaninya, bisa dikata tak tersentuh sejak pagi hingga malam.