Banjarmasin, Sonora.ID - Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Senin (15/07) sore, merilis hasil pemeriksaan terhadap sampel kecubung yang dikirim ke Laboratorium Forensik Surabaya pada Jumat (12/07) lalu.
Hasilnya, tanaman dengan nama ilmiah Datura Metel tersebut positif mengandung atropin dan scopolamine.
"Hasilnya positif mengandung atropin dan scopolamine, sementara untuk narkotika, psikotropika dan obat berbahaya lainnya negatif," ungkap Direktur Reserse Narkoba Polda Kalimantan Selatan Kombes Pol Kelana Jaya, saat jumpa pers di Mapolda Kalsel di Banjarmasin pada Senin (15/07) sore.
Diakui Kelana, karena tidak mengandung narkotika, pihak berwajib tidak dapat menindak penggunaan buah kecubung yang saat ini kasusnya viral di masyarakat.
Meski begitu, Polda Kalsel tetap berupaya mengambil langkah-langkah pencegahan dan edukasi dengan berkoordinasi bersama pemerintah daerah.
Terkait korban yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, Kelana menyebut berdasarkan keterangan dari pihak rumah sakit, dikarenakan mengonsumsi obat-obatan dan mabuk minuman keras oplosan.
"Memang katanya ada juga mengaku mengonsumsi buah kecubung, namun kita tidak bisa juga memastikan apakah itu murni dampak dari kecubung atau ada campuran bahan lain dikonsumsi," imbuhnya.
Baca Juga: Salurkan 9 Ribu Paket Sembako, Gubernur Kalsel: Penerima Manfaat Harus Berdaya Saing dan Mandiri
Sedangkan terhadap penggunaan obat-obatan terlarang yang kerap digunakan untuk efek mabuk atau pengganti narkoba, Kelana memastikan terus dilakukan penegakan hukum untuk memberantas peredarannya.
Sementara itu, Kabid Dokkes Polda Kalsel Kombes Pol Muhammad El Yandiko menjelaskan kandungan atropin dan scopolamine pada buah kecubung memang berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi.
Terutama pada buah dan akar yang paling tinggi kandungannya, yakni 0,4 sampai 0,9 persen disusul daun dan bunga 0,2 sampai 0,3 persen.
Yandiko mengungkapkan secara alami kecubung juga mengandung alkaloid dalam bahasa medis disebut golongan obat antikolinergik yang bekerja pada sistem saraf pusat sehingga dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, efek anestesi dan halusinasi yang bisa bertahan selama dua hari.
"Pengguna akan kesulitan membedakan antara realita dan delusi yang dialami, kemudian efek ketergantungan menyusul dan akhirnya menyebabkan keracunan jika dikonsumsi berulang," pungkasnya.
Baca Juga: Spectaxcular 2024: DJP Kalselteng Catat 409 Ribu WP Sudah Lapor SPT