Bandung, Sonora.ID - Permasalahan dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (
PPDB)
Jabar tahun 2024 tampaknya belum juga usai.
Hal ini terungkap dari video yang diupload di akun tiktok @ono_surono, Minggu (27/7/2024), Ono menyebut bahwa dirinya mendapat keluhan dari orang tua siswa terkait pungutan liar di salah satu SMA di Kota
Cirebon.
"Kemarin ada yang kirim sejumlah foto ke chat WA saya. Mungkin foto-foto itu menunjukkan informasi ada pertemuan atau rapat antara komite sekolah atau pihak sekolah dengan orangtua siswa di salah satu SMA yang ada di Jawa Barat," ucap Ono dalam video tersebut.
Ono mengungkapkan, informasi foto yang pertama mengenai adanya kebutuhan partisipasi senilai Rp. 3.315.500.000 yang dibagi kepada 349 siswa, sehingga tiap siswa diharuskan membayar sebesar Rp.9.500.000.
"Dalam foto itu juga ada informasi biaya itu sudah menanggung subsidi silang KIP dan mencakup 8 standar program," kata Ono Surono yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.
Lalu, lanjut Ono, dirinya juga dikirimkan foto yang menginformasikan rekapitulasi rencana anggaran kelas 10, dengan jumlah totalnya sama yakni Rp. 3.315.500.000.
Selain itu, kata Ono, foto lainnya adalah bukti transfer yang ditujukan ke nomor rekening BJB atas nama Bendahara Komite SMA Negeri 1 Cirebon sebesar Rp. 7.500.530, dengan berita Sumbangan Komite Sekolah.
"Nah, tentunya saya jadi ingin mengetahui lebih lanjut, apakah partisipasi sumbangan ini memang dibenarkan sesuai regulasi yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Jabar atau tidak," tegas Ono.
Dalam siaran persnya, Senin (29/7/2024), Ono mengatakan hal ini juga perlu dicek kembali, apakah memang hasil rapat tersebut sudah benar-benar disetujui oleh seluruh orang tua siswa yang hadir maupun yang tidak hadir untuk membayar jumlah partisipasi sumbangan sebesar Rp9,5 juta.
"Mari bapak dan ibu mohon bantuannya, terutama juga pada Pak Pj. Gubernur Jabar dan Kadisdik Jabar, kita cek bersama-sama apakah rapat itu benar terjadi? Apakah orang tua siswa yang hadir atau tidak hadir tidak keberatan sama sekali membayar partisipasi Rp9,5 juta," tegasnya.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Ono Surono mengatakan mungkin saja pungutan liar ini tidak hanya terjadi di Kota Cirebon tapi juga di sejumlah daerah di Jawa Barat.
Sehingga, lanjut Ono, hanya siswa yang memiliki orangtua mampu dapat bersekolah di sekolah yang notabene sekolah favorit. Sementara, siswa dari golongan tidak mampu, tak sanggup membayar sehingga akhirnya putus sekolah.
"Inilah yang membuat angka lamanya pendidikan di Jawa Barat rata- rata sampai kelas 2 SMP, karena untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi biayanya sangat mahal," ungkap Ono.
Ono mengimbau agar ke depannya ada evaluasi secara total terkait dengan pelaksanaan pendidikan di Jawa Barat khususnya untuk SMA dan SMK.
"Karena persoalan PPDB ini selalu terulang setiap tahun, mulai dari sistem zonasi hingga pungutan liar yang memberatkan orang tua siswa. Apa iya harus begini terus?" pungkasnya.